Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibayangi Tekanan Inflasi, Bagaimana Proses Pemulihan Ekonomi Indonesia?

Kompas.com - 15/04/2022, 19:00 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat ekonomi optimistis terhadap pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis akibat pandemi Covid-19. Optimisme itu muncul meski ekonomi Indonesia dibayangi tekanan inflasi akibat krisis geopolitik perang Rusia-Ukraina.

Ekonom dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia (UI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan, konflik Rusia Ukraina memantik peningkatan disrupsi rantai pasok global. Tak ayal hal itu mengerek kenaikan harga beberapa komoditas penting dunia.

Harga batu bara menyentuh harga tertinggi sepanjang masa mencapai 440 dollar AS per metrik ton pada awal Maret lalu. Harga minyak mentah mencapai 127,98 dollar AS per barel pada Selasa (8/3/2022), dan menjadi yang tertinggi sejak Juli 2008. Demikian juga dengan harga gas alam mencapai 5,64 dollar AS per mmbtu.

Baca juga: Tak Lagi Jabat Posisi Komisaris Utama Pelita Air, Ini Kata Michael Umbas

Lonjakan harga komoditas dunia tersebut dinilai akan mendorong inflasi. Banjaran memaparkan data per Maret lalu, inflasi Amerika Serikat (AS) mencapai 8,5 persen tertinggi sejak 1982.

Inflasi di Eropa ada di kisaran 7,5 persen tertinggi sepanjang sejarah dan di Inggris 7 persen tertinggi sejak April 1982. Di India, inflasi mencapai 7 persen atau tertinggi sejak November 2020. Sedangkan di Korea Selatan inflasi capai 4,1 persen, tertinggi sejak Desember 2011. 

Sementara di Brasil, inflasi capai 11,3 persen atau tertinggi sejak November 2003. Adapun di Indonesia, terjadi inflasi 2,6 persen atau tertinggi sejak April 2020.

Banjaran yang juga menjabat Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mengatakan, inflasi di Indonesia mencatatkan pertumbuhan tertinggi sejalan dengan kenaikan harga beberapa komoditas pangan jelang Ramadan seperti cabai, minyak goreng, dan telur.

“Kendati mendapat tekanan karena inflasi di tataran global meroket, kita masih optimistis dengan pemulihan ekonomi di Tanah Air,” kata Banjaran dalam siaran pers, Jumat (15/4/2022).

Dia menilai, tingkat inflasi di Indonesia masih wajar dan tidak selamanya buruk. Memanfaatkan momentum Ramadhan, inflasi yang sedikit naik membuat perputaran uang lebih banyak di masyarakat menandakan daya beli yang naik dan mendorong ekonomi lebih bergeliat di tataran bawah.

Baca juga: Soal PHK 47 Karyawan, Manajemen DFSK Indonesia Buka Suara

“Saya pikir kita harus tetap optimistis. Memang ketakutan pasar recovery ini tidak berjalan lancar. Dalam proses recovery itu dibutuhkan policy yang akomodatif. Pro terhadap investasi, pro terhadap borrowing terutama,” kata Banjaran.

Banjaran bilang stimulus suku bunga yang rendah relatif mendorong cost of borrowing dalam roda perekonomian untuk mendorong geliat terhadap permintaan pinjaman.

“Dalam kondisi recovery itu dibutuhkan. Jadi sektor riil sektor dan finansial sama-sama ngegas,” ujarnya.

Banjaran mengungkapkan, optimisme tersebut mengacu pada suku bunga acuan Bank Indonesia yang sejak Februari 2021-Maret 2022 tetap 3,5 persen. Nilai tukar rupiah melemah tipis secara bulanan pada Maret 2022 dari Rp 14.365 per dollar AS menjadi Rp 14.368 per dollar AS.

Selain itu, indeks manufaktur pada Maret 2022 meningkat menjadi 51,3 dari 51,2 pada bulan sebelumnya. Indeks penjualan ritel pun menjadi 203,97 pada Maret 2022 dari 200,03 pada bulan sebelumnya. Indeks keyakinan konsumen pun masih berada di tataran optimistis yaitu di posisi 111.

Baca juga: Harga Tiket Pesawat Melambung, Maskapai Janji Tak Langgar Tarif Batas Atas

Perkembangan sektor rill pun dinilai tak kalah menarik. Pasar mobil dan rumah yang seringkali menjadi indikator melemah atau mengutanya kondisi ekonomi, menunjukan grafik menanjak. Penjualan mobil pada Maret tercatat 98.524 unit dari 81.228 pada Februari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com