Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI hingga ICW Serahkan Petisi dari Masyarakat, Minta KPPU Usut Tuntas Kartel Minyak Goreng

Kompas.com - 26/04/2022, 19:45 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), LBH Jakarta dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), serta Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerahkan hasil petisi online ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar mengusut tuntas dugaan kartel minyak goreng.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, hingga saat ini petisi yang sudah dimulai sejak 5 Februari 2022 di platform Change.org itu, sudah menerima 14.000 tanda tangan masyarakat. Petisi ini berdasarkan keluhan yang disampaikan para konsumen.

"Petisi itu ibarat vaksin, yang adalah booster untuk mendorong teman-teman KPPU melakukan suatu tindakan membongkar dugaan adanya kartel itu. Kami yakin KPPU sudah mengendus adanya kartel ini, tapi akan lebih cepat lagi kalau ada booster dari masyarakat dengan adanya petisi ini,” ujarnya dalam konferensi pers di KPPU, Jakarta, Selasa (26/4/2022).

Baca juga: Presiden Larang Ekspor CPO dan Minyak Goreng, Serikat Petani: Bikin Harga Sawit Turun

Ia mengatakan, selain keluhan konsumen, pembuatan petisi ini didasari data-data yang dirilis KPPU dan pihak lainnya yang memperlihatkan adanya dugaan kartel atau bentuk persaingan tidak sehat di industri minyak goreng. Kartel itu yang pada akhirnya membuat harga minyak goreng melambung.

"Kami lakukan petisi dugaan kartel karena antara perlindungan konsumen dan isu persaingan usaha itu saling terkait. Persaingan tidak sehat ending-nya adalah merugikan konsumen," kata Tulus.

Perwakilan ICW Egi Primayogha menambahkan, polemik langka dan mahalnya minyak goreng telah berlarut-larut tanpa penanganan efektif dari pemerintah.

Setelah gagal dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan pejabat Kemendag bersama 3 pihak lain dari pihak swasta sebagai tersangka korupsi pemberian persetujuan ekspor bahan baku minyak goreng atau CPO.

“Penetapan tersangka ini seakan mengamini pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, yang pernah menyebut mafia sebagai dalang di balik masalah minyak goreng," kata Egi.

Baca juga: Soal Larangan Ekspor Minyak Goreng, Bahlil: Ini Pilihan Terbaik dari yang Terjelek

Koalisi masyarakat yang terdiri YLKI, KRKP, dan ICW itu meyakini bahwa aktor utama penyebab kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng belum ditangkap. Oleh karena itu mereka mendorong pemerintah harus menuntaskan penyelidikan atas dugaan kartel dan mafia minyak goreng.

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua KPPU Guntur Syahputra Saragih menyatakan, KPPU membuka ruang diskusi yang melibatkan perwakilan organisasi yang menginisiasi petisi tersebut. Menurutnya, penyerahan petisi ini menjadi yang pertama kalinya yang diberikan dari masyarakat langsung.

“Barangkali wujud perkara minyak goreng ini menjadi perhatian publik dan berdampak bagi masyarakat dan tentunya setiap hal yang berdampak bagi masyarakat menjadi concern KPPU”, kata Guntur.

Ia pun mengapresiasi langkah koalisi masyarakat sipil yang mewakili suara masyarakat. Guntur menghimbau kepada siapapun yang memiliki data atau bukti apapun boleh melaporkannya kepada KPPU, sehingga bisa berkontribusi menuntaskan polemik minyak goreng.

"Pihak kami sendiri sudah melakukan penyidikan dan masih dalam proses, dan terima kasih untuk petisinya ini," pungkas Guntur.

Baca juga: Kejutan di Balik Gaib dan Mahalnya Minyak Goreng

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com