JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemeringkat kredit S&P telah mempertahankan peringkat (rating) kredit Indonesia pada posisi BBB dan merevisi outlook Indonesia dari sebelumnya negative menjadi stable.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Luky Alfirman menyampaikan dipertahankannya peringkat kredit setelah pada negatif outlook dalam dua tahun terakhir membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia, terutama pertumbuhan ekonomi sempat terdampak pandemi Covid-19.
Baca juga: Ini Alasan IMF Revisi ke Bawah Outlook Ekonomi Negara Emerging Termasuk RI
Peningkatan outlook Indonesia dari negative menjadi stable ini merupakan pengakuan atas arah perbaikan ekonomi makro yang kuat, khususnya laju pemulihan ekonomi yang relatif cepat, posisi eksternal yang kuat dan penguatan signifikan pada sisi fiskal.
“Peningkatan outlook ini menyiratkan bahwa kebijakan pemerintah sudah pada jalur yang tepat dan memberikan tantangan bagi pemerintah untuk tetap konsisten mengelola perekonomian dan kebijakan fiskal (APBN) sehingga dampaknya dapat terus dijaga secara berkelanjutan,” ujar Luky dalam siaran pers, Jumat (29/4/2022).
Baca juga: S&P Pertahankan Rating Utang RI, Ini Respons Gubernur Bank Indonesia
Adapun menurut penilaian S&P, kebijakan penanganan pandemi Covid-19 serta pengelolaan kebijakan makroekonomi telah efektif dalam mendukung resiliensi kinerja perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh pada 5.1 persen di tahun 2022.
Meskipun PDB per kapita Indonesia dinilai cukup rendah dibanding negara peers, RI diyakini memiliki prospek pertumbuhan yang kuat ke depan.
S&P memperkirakan laju pemulihan akan semakin cepat pada tahun 2022 seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat. Peningkatan pertumbuhan ke depan juga didukung oleh masih tingginya harga komoditas.
"S&P menilai dampak risiko konflik geopolitik di Ukraina dan Rusia bagi Indonesia masih dalam level yang manageable, namun demikian pemerintah diharapkan tetap mewaspadai tekanan ekonomi global yang lebih parah akibat eskalasi konflik tersebut," ucap Luky.
Baca juga: Utang RI Tembus Rp 7.000 Triliun, Apa Siasat Sri Mulyani agar Tak Bangkrut seperti Sri Lanka?