Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyebab IHSG Jatuh di Bawah Level Psikologis pada Awal Pekan

Kompas.com - 11/05/2022, 12:12 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Di awal pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh hampir 5 persen di bawah level psikologis 7.000. Penurunan IHSG tidak lepas dari sentimen global yang terjadi.

Menurut Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI, di tengah libur Hari Raya Idulfitri di Indonesia, pada 4 Mei 2022 kemarin rapat FOMC memutuskan kenaikan suku bunga Fed funds rate sebesar 50 basis poin. Penurunan tingkat pengangguran yang substansial dan inflasi yang masih sangat tinggi menjadi pertimbangan penting keputusan tersebut.

FOMC juga melihat perang Rusia-Ukraina dan kebijakan isolasi Covid-19 di China sebagai risiko lain yang dapat meredam aktivitas ekonomi dan meningkatkan inflasi lebih lanjut. Selain kenaikan suku bunga, FOMC juga mengumumkan di bulan Juni mendatang akan mulai mengurangi neracanya, yang berarti pengurangan likuiditas di pasar domestik Amerika Serikat.

Baca juga: IHSG Fluktuatif, Rupiah Lanjutkan Penguatan

Pengurangan yang diawali sebesar 47,5 miliar dollar AS per bulan akan ditingkatkan satu kuartal kemudian menjadi 95 miliar dollar per bulan. Kenaikan suku bunga tersebut sesuai dengan konsensus perkiraan pasar.

Kejelasan komunikasi juga ditunjukkan Ketua The Fed yang menyatakan ke depannya masih mungkin ada beberapa kali kenaikan 50 basis poin, namun kemungkinan kenaikan 75 basis poin sekaligus sampai saat ini belum menjadi pertimbangan.

Walaupun demikian, beberapa kondisi terkini membuat pasar memperkirakan prospek inflasi Amerika Serikat masih sulit dikendalikan, seperti misalnya peningkatan inflasi terkait dampak perang Rusia-Ukraina, peningkatan inflasi akibat terhambatnya rantai pasokan dari China terkait isolasi Covid-19 yang sangat ketat, serta langkah Uni Eropa yang menghentikan impor minyak dari Rusia.

“Kondisi ini membuat pasar berspekulasi, seberapa agresif The Fed akan berupaya melawan inflasi melalui kenaikan suku bunga, bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, dan kemungkinan resesi,” kata Katarina dalam siaran pers, Selasa (10/5/2022).

Kekhawatiran dan spekulasi inilah yang membuat pasar finansial terkoreksi tajam dan imbal hasil US Treasury 10 tahun meningkat 20 basis poin ke level 3,12 persen. Pengumuman hasil rapat FOMC sampai tanggal 6 Mei, pasar saham Amerika Serikat, Asia Pasifik di luar Jepang, dan negara-negara berkembang terkoreksi antara 3 persen sampai dengan 6 persen.

Baca juga: IHSG Anjlok, Harta Crazy Rich RI Menyusut Rp 18,89 Triliun dalam Sehari

“Koreksi tajam di berbagai pasar utama dunia mendorong penurunan pasar finansial hari pertama perdagangan 9 Mei 2022. Kami melihat hal tersebut lebih merupakan proses penyesuaian pasar dan bukan mencerminkan pelemahan fundamental ekonomi Indonesia,” kata dia.

Sebagai informasi, di awal pekan pasar finansial terkoreksi cukup dalam, IHSG turun 4,42 persen, LQ45 turun 5,48 persen, sementara rupiah melemah 0,8 persen sejak penutupan tanggal 4 Mei. Namun, dengan kondisi fundamental yang masih solid, mampu menopang pemulihan dan melanjutkan pembukaan ekonomi tahun 2022 ini.

Indonesia mendapatkan manfaat dari penguatan harga komoditas, neraca perdagangan menunjukkan surplus sebesar 9,3 miliar dollar AS pada kuartal pertama 2022, mendorong cadangan devisa untuk naik ke 139 miliar dollar AS (setara dengan 7 bulan impor dan pembayaran utang pemerintah).

Di sisi lain, PDB Indonesia tumbuh 5,01 persen pada kuartal I tahun ini, dan PDB riil telah melampaui tingkat PDB riil sebelum pandemi. Di sisi lain, indeks harga konsumen April meningkat 0,95 persen dari bulan lalu ke level 3,47 persen.

Dia menjelaskan, jika harga-harga administered prices (seperti BBM, TDL, dan harga gas) masih naik, maka diperkirakan inflasi bisa mencapai 4,4 persen sampai 4,8 persen. Angka ini lebih tinggi dari biasa, namun secara relatif dibandingkan dengan negara-negara lain dan dibandingkan dengan kondisi Indonesia satu dekade lalu (misalnya di tahun 2013 yang sempat mencapai 8 persen).

“kondisi inflasi Indonesia jauh lebih baik. Ditopang oleh fundamental makroekonomi yang solid dan sinergi serta kesiapan pemerintah dan bank sentral, kami optimis inflasi Indonesia akan tetap dalam kendali,” tambahnya.

Di sisi lain, Bank Indonesia menyatakan tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga karena peningkatan inflasi dan akan mengutamakan pendekatan lain seperti menaikkan GWM. Bank Indonesia akan memantau inflasi inti dan tidak akan menaikkan suku bunga berdasarkan dampak instan kenaikan administered prices.

“Kami memperkirakan 2-3 kali kenaikan suku bunga BI mencapai 4 persen sampai dengan 4,25 persen sampai akhir 2022,” tambahnya.

Baca juga: 5 Saham Big Caps Ini Terjun Bebas Saat IHSG Jeblok, Apa Saja?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com