Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PASPI: Larangan Ekspor CPO Tak Efektif Membuat Harga Minyak Goreng Murah di Dalam Negeri

Kompas.com - 16/05/2022, 16:34 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi menerapkan aturan larangan ekspor CPO atau Crude Palm Oil yang berlaku sejak 28 April 2022 kemarin.

Kebijakan larangan ekspor ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI) Tungkot Sipayung menilai larangan ini tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng.

Baca juga: Asosiasi Petani Kirim Surat ke Jokowi, Minta Larangan Ekspor CPO Dicabut

Sebab berdasarkan faktanya para petani kelapa sawit masih kesulitan menjual tandan buah segar (TBS) miliknya. Apalagi selama Permendag No 22 Tahun 2022 tersebut diterapkan, tidak terjadi penurunan harga minyak goreng secara signifikan.

“Artinya, pelarangan ekspor ini bukan cara yang tepat untuk membuat harga minyak goreng di dalam negeri murah,” ujar Tungkot dalam siaran resminya, Senin (16/5/2022).

Bahkan, selama ada pelarangan ekspor, lanjut Tungkot, malah terjadi penyelundupan minyak goreng ke luar negeri. “Jadi kebijakan ini tidak efektif,” katanya.

Menurut Tungkot, kebijakan yang efektif yakni distribusi minyak goreng subsidi yang sedang dilakukan Perum Bulog. Bulog turun tangan mendistribusikan minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter.

Anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Wayan Supadno mengamininya.

Dia mengungkapkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng berdampak serius kepada petani sawit.

Baca juga: Larangan Ekspor CPO Dimulai, Harga TBS Merosot Tajam

Wayan menjelaskan, total produksi CPO nasional pada 2021 sebanyak 52 juta ton. Di mana dari total produksi tersebut, sekitar 34 juta ton diekspor, sedangkan yang 18 juta ton digunakan untuk kebutuhan dalam negeri baik untuk pangan, energi maupun oleochemical.

Mengingat yang 34 juta ton tersebut tidak boleh diekspor, tentu CPO tersebut tidak punya pasar.

“Karena tidak punya pasar, PKS tidak sudi memproduksi. Kalau PKS tidak berproduksi, maka wajar saja PKS tidak membeli TBS milik petani,” kata Wayan Supadno.

Akibatnya, kata dia, di banyak daerah petani tidak memanen TBSnya. Sebab kalaupun dipanen, harganya sangat rendah. Hal ini pun dinilai menjadi Bumerang bagi petani sawit.

Apalagi ketika TBS yang tidak dipanen, akan menjadi berkembang biak menjadi jamur yang merusak pohon sawit itu sendiri.

“Jadi sawit itu wajib hukumnya dipanen pada pohon yang sama setiap 15 hari sekali. Jika tidak dipanen, maka akan menjadi bumerang, karena akan menyebabkan penyakit pada pohon sawit itu sendiri. Ini masalah serius yang kami rasakan,” kata Wayan.

Wayan Supadno menceritakan sebelum ada larangan ekspor CPO dan minyak goreng, harga TBS di tingkat petani Rp 3.800 per kilogram. Namun saat ini harganya anjlok bervariasi.

Misalnya ada PKS yang masih bersedia membeli TBS petani Rp 2.000 per kilogram, namun ada yang membeli Rp 1.500, bahkan ada yang dibeli Rp 500 per kikogram.

Bervariasinya harga TBS petani ini, kata Wayan Supadno, lebih disebabkan ke kondisi PKS itu sendiri. Jika PKS tersebut memiliki pasar di dalam negeri, maka dia berani membeli dengan harga di kisaran Rp 2.000 per kilogram.

Namun apabila PKS tersebut berorientasi ekspor, maka dia hanya berani membeli TBS dengan harga yang rendah.

Baca juga: Sampai Kapan Harga Sawit Anjlok di Tingkat Petani Usai Larangan Ekspor CPO?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Whats New
BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com