Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Ungkap Penyebab Minimnya Dana Pensiun di Indonesia

Kompas.com - 30/05/2022, 15:02 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan cakupan dana pensiun di Indonesia masih sangat rendah. Padahal berbagai program pensiun telah ada di dalam negeri cukup lama.

Menurutnya, hal ini dipengaruhi oleh beberapa tantangan. Selain partisipasi dan kontribusi dana yang rendah, banyak pekerja yang menarik dana pensiun lebih awal atau lebih dini karena beragam alasan.

"Rendahnya cakupan perlindungan pensiun tidak terlepas dari 4 tantangan yang dihadapi industri dana pensiun Indonesia. Partisipasi rendah dan kontribusi rendah, tata kelola dan kebijakan investasi yang kurang optimal, dan masalah penarikan dini," kata Sri Mulyani dalam IFG International Conference 2022 di Jakarta, Senin (30/5/2022).

Baca juga: Jadwal KRL Feeder di Stasiun Manggarai

Wanita yang karib disapa Ani ini menuturkan, rendahnya partisipasi dalam sistem pensiun tecermin dari cakupan peserta.

Cakupan peserta hanya mencapai 40,2 persen dari 53,1 juta pekerja formal di Indonesia. Angka yang lebih rendah tecermin dari pekerja informal Indonesia yang kebanyakan tak memiliki dana pensiun.

"Jika Anda melihat pekerja informal, partisipasi dana pensiun hampir tidak ada atau sangat, sangat kecil," ucap dia.

Kecilnya perlindungan dana pensiun juga terlihat dari rendahnya iuran yang dikontribusi oleh pekerja. Sri Mulyani menyebut kontribusi wajib untuk program pensiun hanya 8,7 persen dari sistem keamanan nasional dan hanya 8 persen untuk program pensiun administrasi negara.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyampaikan, kontribusi 8 persen untuk administrasi negara dihitung berdasarkan gaji pokok. Nilai gaji pokok ini hanya sebagian kecil dari nilai take home pay (THP).

"Kondisi ini menyebabkan rasio yang kecil ketika pekerja mencapai usia pensiun, jauh di bawah standar rasio penggantian sebesar 40 persen," ungkap Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Pentingnya Digitalisasi dalam Industri Asuransi

Berbicara tentang sistem pensiun yang kuat, kata Sri Mulyani, tidak akan pernah lepas dari masalah tata kelola, baik tata kelola institusi maupun tata kelola pada kebijakan investasi.

Menurut dia, tata kelola yang baik akan menghasilkan pelaksanaan program pensiun yang efisien, efektif, dan dapat diandalkan. Sementara itu, kebijakan investasi yang baik dapat meningkatkan ketahanan program pensiun dan dapat meningkatkan manfaat pensiun bagi peserta.

"Rancangan sistem pensiun yang kuat harus memastikan bahwa manfaat pensiun dapat diberikan kepada peserta setelah mencapai usia pensiun," tuturnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, kurang dari 20 persen pekerja Indonesia memiliki akses ke dana pensiun.

Padahal, dana pensiun ini dibutuhkan untuk memperluas pasar keuangan dalam rangka membawa Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045.

Baca juga: Terraform Labs Bangkitkan Terra Luna dengan Nama Baru

Rendahnya akses dana pensiun disertai minimnya kontribusi asuransi terhadap sektor keuangan membuat aset berputar dua industri itu hanya berjumlah kurang dari 20 persen dari PDB nominal pada tahun 2020.

Angka ini masih jauh tertinggal dengan negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura. Di dua negara itu, aset dana pensiun masing-masing mencapai 60 persen dan 85 persen dari PDB nominal.

"Penetrasi (asuransi dan dana pensiun) di Indonesia termasuk yang terendah di kawasan. Dan kami berharap kami dapat mencapai target setidaknya (sama dengan) Malaysia di kawasan ini," tutup Airlangga.

Baca juga: Rute KRL Berubah, Penumpang Pilih Berangkat Lebih Awal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com