KOMPAS.com – Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus didorong untuk melakukan transformasi digital pada bisnisnya. Hal ini didasari manfaat dan kemudahan yang ditawarkan dari digitalisasi. Salah satunya, akses pasar yang lebih luas.
Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) yang diberitakan Kompas.com, Kamis (12/5/2022), jumlah UMKM yang sudah masuk ke dalam ekosistem digital mencapai 18,5 juta pelaku usaha, dari target 30 juta UMKM pada 2024.
Padahal, transformasi digital pada usaha perlu dipercepat untuk mengimbangi perubahan gaya hidup masyarakat yang kini serbadaring, termasuk dalam urusan membeli barang. Mereka cenderung menyukai belanja online.
Hal itu tergambar dari data Bank Indonesia (BI) yang disampaikan Deputi Gubernur BI Doni P Joewono pada Selasa (19/4/2022) dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Baca juga: Sepanjang 2021, Bank BTPN Salurkan Kredit Rp 135,60 Triliun
Menurut Doni, nilai dan volume transaksi e-commerce masing-masing tumbuh 19,83 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) dan 38,43 persen (yoy) pada kuartal pertama 2022. Doni optimistis secara keseluruhan total nilai transaksi e-commerce tahun ini dapat mencapai sekitar Rp 526 triliun atau naik 31,1 persen, dan volume transaksi diperkirakan akan naik 58,1 persen menjadi 4.539 juta.
Di sisi nontunai, nilai transaksi uang elektronik (UE) pada akhir April 2022 tercatat tumbuh 50,3 persen (yoy) mencapai Rp 34,3 triliun, dan sepanjang 2022 diproyeksikan meningkat 18,03 persen (yoy) hingga mencapai Rp 360 triliun.
Nilai transaksi digital banking pada akhir April 2022 meningkat 71,4 persen (yoy) menjadi Rp 5.338,4 triliun, dan untuk sepanjang 2022 diproyeksikan meningkat 26,72 persen (yoy) hingga mencapai Rp 51.729 triliun.
Tak sekadar membuka pasar lebih luas, transformasi digital juga akan mengantarkan pelaku UMKM pada akses pembiayaan. Salah satunya, dari perbankan. Hal ini dapat menjadi solusi keberlanjutan bagi pelaku UMKM untuk mempertahankan bisnis dan meningkatkan kapasitas usahanya.
Perlu diketahui, pembiayaan UMKM oleh perbankan telah diatur oleh BI lewat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mendongkrak pembiayaan ke sektor UMKM yang dinilai masih memiliki potensi besar sebagai penggerak ekonomi.
Lewat beleid tersebut, BI mewajibkan perbankan untuk meningkatkan rasio penyaluran kreditnya ke sektor UMKM secara bertahap, yakni sebesar 20 persen pada 2022, 25 persen pada 2023, dan 30 persen pada 2024.
Baca juga: Dukung Investasi Berkelanjutan, BTPN Luncurkan Produk Reksa Dana Saham Berbasis LST dan Digital
Bank akan mendapat sanksi berupa teguran tertulis sampai denda materiil sebesar 0,1 kali nilai pencapaian penyaluran kredit ke UMKM atau maksimal denda Rp 5 miliar, jika tidak memenuhi ketentuan tersebut.
Berdasarkan laporan BI, penyaluran kredit oleh perbankan kepada UMKM mencapai Rp 1.195,4 triliun pada akhir April 2022 atau tumbuh 16,9 persen secara tahunan. Ini berarti, tak tertutup kemungkinan ketetapan RPIM bisa terpenuhi.
Dukungan bank kepada pelaku UMKM di Indonesia tak hanya sebagai penyedia modal usaha. Berbagai program pendampingan peningkatan kapasitas yang berguna bagi keberlanjutan bisnis juga diberikan. Contohnya, seperti yang dilakukan Bank BTPN lewat program Selendang Mayang.
Sebagai informasi, Selendang Mayang adalah wadah bagi nasabah pelaku UMKM untuk memasarkan produknya. Kegiatan tahunan yang diselenggarakan sejak 2013 ini merupakan bagian dari program Daya.
Baca juga: Peserta Program Daya BTPN Capai 1,52 Juta Nasabah
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya