Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Penting Sumber Daya Panas Bumi Menuju Energi Bersih dan Dekarbonisasi di RI

Kompas.com - 11/06/2022, 08:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memiliki sumber daya alam panas bumi yang melimpah yang bisa dimanfaatkan serta berperan penting dalam tuntutan peralihan atau transisi menuju energi bersih dan dekarbonisasi. 

Sifat energi panas bumi yang bersih, aman dari sisi pasokan, dan harganya cukup terjangkau (affordable) menjadi salah satu alternatif terbaik bagi Indonesia.

Rachmat Hidayat, Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) membeberkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 GW.

Baca juga: PLTP Kamojang, Pembangkit Listrik dengan Tenaga Panas Bumi Pertama di Indonesia

 

Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, pemanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat.

Indonesia juga telah berpengalaman selama 39 tahun dalam pengembangan dan pengoperasian lapangan panas bumi, dimulai dengan PLTP Kamojang pada 1983.

Panas bumi merupakan energi bersih yang sustainable apabila dilakukan manajemen reservoir dengan baik. Geothermal akan memegang peranan yang semakin penting bagi program dekarbonisasi untuk mendukung energi bersih,” kata Rachmat melalui keterangannya, Jumat (10/6/2022). 

Baca juga: Mengenal Panas Bumi, Sumber Energi Ramah Lingkungan yang Hemat Devisa Negara

Rencana pengembangan PLTP di Indonesia

Data di Kementerian ESDM menunjukkan, pemerintah berencana mengembangkan pembangkit listrik panas bumi dengan skema REBID di sejumlah daerah.

Di Halmahera, misalnya, Pemerintah akan membangun PLTP Hamiding (200 MW), PLTP Jailolo (30 MW), dan PLTP Songa Wayaua (10 MW).

Rachmat menjelaskan, PGE saat ini mengoperasikan sendiri (own operation) lapangan panas bumi dengan kapasitas terpasang 672 MW, dan dengan skema Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC) sebesar 1.205 MW.

“Dengan demikian, 83 persen kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia berasal dari WKP PGE yang dikelola sendiri maupun yang dikerjasamakan dalam skema JOC,” katanya.

Baca juga: PLTP Bisa Gantikan PLTU, Tapi Harga Listriknya Perlu Ditekan

PGE juga merencanakan pengembangan sebesar 600 MW yang menjadikan kapasitas terpasang own operation menjadi 1.272 di tahun 2027. Rencana pengembangan tersebut setara dengan 32 persen target penambahan kapasitas terpasang PLTP dalam RUPTL 2021-2030.

“PGE juga sedang melakukan studi pengembangan terhadap pemanfaatan langsung panas bumi dan dan derivatif dari pemanfaatan energi panas bumi dalam program Beyond Energy,” kata Rachmat.

Baca juga: Ini Cara Pemerintah Genjot Bauran Energi Panas Bumi

 

Kelebihan panas bumi vs EBT lain

Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Perwakilan Industri, menambahkan Indonesia harus memaksimalkan pemanfaatan panas bumi untuk mencapai bauran energi 23 persen pada 2025, dan pada ujungnya Karbon Netral (Net Zero Emission) pada 2060.

Dibandingkan dengan EBT yang lain, panas bumi memang memiliki banyak kelebihan. “Salah satu yang utama adalah pasokannya stabil dan capacity factor-nya tinggi,” ujar Herman.

Dengan sifat seperti itu, panas bumi berpotensi menjadi pembangkit beban dasar (base-load). Sampai saat ini, hanya pembangkit berbasis fosil yang menjadi pembangkit beban dasar, terutama PLTU yang berbahan bakar batu bara.

“Selain pasokan listriknya stabil, harganya termasuk murah,” kata Herman. Sementara itu, pembangkit EBT lain seperti air, tenaga surya, dan angin sangat bergantung pada cuaca.

Herman mengatakan PLTP bisa menjadi pembangkit beban dasar tapi tidak bisa menggantikan sepenuhnya PLTU.

Sebagai contoh, berdasarkan Rencana Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, beban puncak di sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali pada 2021 mencapai 29,5 GW, sementara potensi panas bumi di kawasan ini hanya 8 GW.

“Pada 2060, prediksi saya produksi listrik panas bumi berkisar 150 TWh, sementara produksi listrik secara nasional akan mencapai 2.600 TWh,” kata Herman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com