Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Kesal Pemda "Lelet", Dana Daerah Rp 200 Triliun Mengendap Sia-sia di Bank

Kompas.com - 16/06/2022, 19:40 WIB
Fika Nurul Ulya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menampakkan kekesalannya kepada Pemerintah Daerah (Pemda) lantaran belanja modal terlampau lelet.

Dia bahkan melontarkan kata "ironis", karena pemerintah pusat selalu melakukan transfer ke daerah namun realisasi belanja modal untuk pembangunan infrastruktur dasar sangat minim. Alih-alih merealisasikan belanja, Pemda lebih suka menaruh uangnya di bank.

Kekesalan itu ia utarakan saat memberikan arahan kepada Gubernur/Walikota di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (16/6/2022).

"Bukan karena enggak ada uangnya, transfer kami ke daerah itu rutin. Memang ada beberapa persyaratan, tapi tetap daerah sekarang itu masih punya Rp 200 triliun di bank. Jadi ini, kan, menggambarkan ada ironis. Ada resources, ada dananya, tapi enggak bisa dijalankan," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Subsidi Elpiji 3 Kg Bakal Dialihkan ke Kompor Listrik, Sri Mulyani: Saya Harus Tanya ke Menteri ESDM...

Belanja Pemda minus 17 persen hingga Mei 2022

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, belanja Pemda alami minus 17 persen pada akhir Mei 2022, dari Rp 270 triliun menjadi Rp 223 triliun.

"Belanja kita tahun ini minus 17 persen dari belanja kita tahun lalu. 17 persen, bukan 1 persen, (atau) 5 persen. Bapak Ibu sekalian nanti akan perlu melihat, apa yang menjadi kendala," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Colek Pemda: Dana Daerah Jangan hanya Mengendap di Bank...

Sri Mulyani kecam dana daerah lebih banyak buat bayar gaji 

Realisasi belanja sebesar Rp 223 triliun pun banyak dialokasikan untuk gaji pegawai. Totalnya mencapai Rp 113 triliun dari Rp 223 triliun.

Sementara itu, belanja modal yang notabene penting untuk peningkatan kualitas SDM justru kecil, yakni Rp 12 triliun. Belanja modal ini pun lebih rendah dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 14 triliun. Adapun belanja lainnya Rp 44 triliun.

"Kalaupun Rp 223 triliun kita belanjakan, mayoritas Rp 113 triliun adalah untuk bayar gaji yang udah enggak mikir lagi, tuh (caranya merealisasikan)," seloroh Sri Mulyani.

Baca juga: Jokowi Kecewa, Pemerintah Pusat dan Daerah Lebih Suka Belanja Produk Impor

Ironis, rakyat masih butuh MCK, dana malah "ngendon" di bank....

Lebih lanjut wanita yang karib disapa Ani ini menyampaikan, dana Rp 200 triliun yang mengendap di bank pada Mei 2022 lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2021 dan tahun 2020.

Tercatat hingga akhir Mei tahun lalu, dana Pemda yang mengendap hanya Rp 172 triliun, sementara Mei 2020 hanya Rp 165 triliun.

Dana "ngendon" di bank ini menandakan bahwa pembangunan infrastruktur dasar, termasuk penyediaan air bersih di daerah tidak jalan atau mandek.

Padahal kata Ani, rakyat masih membutuhkan infrastruktur dasar. Banyak daerah-daerah yang tidak memiliki sarana MCK memadai. Begitu pun tingkat kemiskinan di daerah masih tinggi.

"Tadi Bapak/Ibu sekalian lihat begitu nerima transfer dari pusat langsung gampang bayar gaji aja. Apalagi ini sebentar lagi gaji ke-13, itu enggak perlu leadership. Wong ada by account by number. Yang perlu dipikirkan ya tadi, kenapa belanja barangnya banyak," sebut Sri Mulyani geram.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com