Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Ekonomi Politik Kursi Komisaris BUMN

Kompas.com - 18/06/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SECARA ekonomi politik, BUMN adalah lapangan pekerjaan sekaligus ATM berjalan bagi partai penguasa, yang akan menjadi salah satu sumber penghidupan politik partai selama menikmati masa kemenangan.

Pemenang kontestasi tidak saja dapat piala berupa Istana, tapi juga segala kuasa dan diskresi yang menyempil bersamanya, termasuk mengutak-atik managemen dan komisaris BUMN.

Oleh karena itu, posisi menteri BUMN akan diberikan kepada sosok yang bukan saja berjasa dalam proses pemenangan, tapi juga sosok yang memang bisa memberikan leverage ekonomi politik kepada kubu pemenang secara “terukur” (tanpa tersandung kasus hukum dan terbentur dinding politik)

Dalam perspektif ini, Erick Tohir adalah sosok yang ideal. Beliau berjasa dalam proses pemenangan Jokowi-Ma'aruf Amin (sebagai ketua Tim Pemenangan), yang sekaligus mempunyai latar belakang korporasi yang menarik, yakni bos Mahaka Group.

Erick pernah menjadi pemilik kesebelasan Inter Milan yang mendulang keuntungan besar di saat melepasnya, walaupun performa tim tersebut terbilang biasa-biasa saja selama berada di bawah kendalinya.

Artinya, Erick sebenarnya mempunyai track record yang cukup mumpuni untuk memperbaiki kinerja BUMN yang semakin morat-marit sejak 2016.

Tapi nampaknya publik harus banyak bersabar. Karena, menjadi menteri BUMN tidaklah sama persis dengan menjadi bos sebuah grup bisnis yang memiliki performa bagus.

Erick bisa saja tak berprestasi menonjol di posisi menteri BUMN karena faktor tarik-menarik kepentingan di lingkaran politik yang melatari eksistensi penguasa Istana.

Yang jelas, Erick tak akan seleluasa sebelumnya. Ada rambu-rambu politik yang tak boleh ditabrak, kalau Erick masih ingin tetap bertahan sebagai seorang menteri sekaligus seorang pembisik kelas satu Istana.

Misalnya soal jabatan komisaris dan direksi BUMN yang tak bisa begitu saja ditentukan oleh seorang menteri, tanpa memikirkan keberlanjutan kepentingan politik koalisi penguasa.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa BUMN adalah salah satu lahan basah yang akan ditempati oleh orang-orang partai dan relawan politik.

Di periode pertama pemerintahan Jokowi-JK, nama seperti Fajrul Rahman, Andrinof Chaniago, Refly Harun, Saldi Isra (menjadi Komisaris Semen Padang sebelum jadi Hakim MK), dll, adalah nama-nama yang dimahfumi oleh publik di saat mereka ditunjuk jadi komisaris BUMN, walaupun tidak memiliki kompetensi linier dengan bidang yang diemban oleh BUMN tersebut.

Dimahfumi karena nama-nama tersebut ada di barisan relawan pendukung Jokowi-JK.

Di periode kedua pun tentu tak akan jauh berbeda, meskipun menteri BUMN-nya sudah tak sama.

Jadi jika Erick Tohir berkilah bahwa penujukan Adee Slank sebagai bagian dari upaya kementerian BUMN memperbaiki konten-konten produk besutan Telkomsel, sudah barang tentu alasan tersebut sangat basa-basi sifatnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com