Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Korupsi BLBI Sjamsul Nursalim hingga Kabur ke Singapura

Kompas.com - 19/06/2022, 14:01 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Obligor BLBI atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Sjamsul Nursalim melunasi utangnya ke pemerintah untuk kredit yang dikucurkan ke eks PT Bank Dewa Rutji.

"Satgas BLBI telah menerima pembayaran untuk penyelesaian kewajiban pemegang saham BLBI atas obligor pemegang saham eks PT Bank Dewa Rutji, Sjamsul Nursalim, sebesar Rp 367.723.869.934,70," kata Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban dalam keterangannya dikutip pada Minggu (19/6/2022).

Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ini menyebut, pihaknya juga telah menerima pembayaran dari Sjamsul Nursalim pada tanggal 18 November 2021.

Pembayaran kedua pada 14 Juni 2022 tersebut tidak lantas membuat utang Sjamsul Nursalim kepada pemerintah lunas. Ini karena pria yang menetap di Singapura itu masih memiliki utang BLBI lain, yakni terkait kredit ke Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Baca juga: Drama Sjamsul Nursalim, Sempat Jadi Buronan BLBI di Singapura

"Obligor BLBI ini sebelumnya, pada tanggal 18 November 2021 telah melakukan pembayaran Rp 150.000.000.000,00 termasuk biaya administrasi 10 persen," beber Rio.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019 pernah menetapkan Sjamsul dan istrinya sebagai tersangka dan buron atas dugaan kasus korupsi dalam kewajiban utang BDNI dalam BLBI sebesar Rp 4,8 triliun. Namun, status ini dicabut pada 2021.

BDNI merupakan salah satu dari 48 bank yang mendapat dana bantuan dari Bank Indonesia saat krisis moneter 1997/1998.

Kronologi kasus

1998

Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, saat krisis ekonomi 1998, banyak bank-bank di Indonesia mengalami kesulitan likuiditas. Pemerintah lewat Bank Indonesia (BI) kemudian mengucurkan uang negara sebagai pinjaman ke bank-bank tersebut, kredit ini kemudian disebut dengan BLBI.

Baca juga: Sederet Kontroversi Zulkifli Hasan saat Jadi Menteri Kehutanan era SBY

BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim merupakan salah satu bank yang mendapatkan kucuan uang rakyat tersebut, yakni senilai Rp 47 triliun.

Kucuran dana dilakukan lewat Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA), di mana BPPN mengambil alih saham dan pengelolaan BDNI.

Dalam MSAA tersebut, jumlah utang BDNI kepada pemerintah adalah sebesar Rp 47,2 triliun, dikurangi aset BDNI sebesar Rp 18,85 triliun, termasuk di dalamnya pinjaman (piutang) BDNI kepada petampak udang Dipasena Lampung sebesar Rp 4,8 triliun.

Aset BDNI dalam bentuk piutang ke petambak udang Dipasena tersebut, diklaim Sjamsul Nursalim sebagai aset lancar yang seolah tidak bermasalah.

Baca juga: Kontroversi Haji Isam, Eks Timses Jokowi, Raja Sawit Batubara Kalsel

Dalam investigasi BPPN, ditemukan bahwa aset piutang petambak Dipasena tersebut merupakan kredit macet sehingga Sjamsul Nursalim dianggap melakukan misrepresentasi.

BPPN kemudian melayangkan surat yang menyatakan Sjamsul Nursalim melakukan misrepresentasi dan memintanya untuk menggantinya dengan aset lain untuk membayar utang BLBI, namun Sjamsul Nursalim menolak.

Selain itu, dalam penggunaannya dana BLBI, BDNI melakukan penyimpangan sehingga BPPN mengkategorikannya sebagai bank yang melanggar hukum atau bertransaksi tidak wajar yang menguntungkan pemegang saham.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com