Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak UU PPP, Ini Langkah Partai Buruh

Kompas.com - 21/06/2022, 18:15 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh bersama elemen serikat buruh dan petani menolak Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Para buruh berencana akan mengajukan judicial review kembali ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Gugatan akan dimasukkan pada hari Kamis, paling lambat Minggu ini," kata Ketua Umum Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan pers tertulisnya, Selasa (21/6/2022).

Iqbal bilang, ada beberapa alasan mengapa buruh menolak UU PPP. Pertama kata dia, revisi UU PPP hanya akal-akalan pemerintah dan DPR untuk melakukan pembenaran dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

"Jadi diakal-akali agar Omnibus Law dibenarkan dalam sistem pembuatan peraturan perundang-undangan yang tujuannya adalah untuk melegalkan UU Cipta Kerja," ujarnya.

Baca juga: Daftar 10 Negara Paling Kompetitif di Dunia, Indonesia Peringkat Berapa?

Alasan kedua, lanjut Iqbal, revisi UU PPP hanya mengulang kembali metode pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang kejar tayang dan tidak melibatkan partisipasi publik yang luas, bahkan proses revisinya hanya berlangsung selama 10 hari.

"Bagaimana mungkin ibu dari sebuah undang-undang dibuat hanya sepuluh hari. Padahal undang-undang ini adalah dasar dari pembentukan undang-undang. Tetapi dibahas dengan cara kejar tayang," ucap dia.

Alasan ketiga, menurutnya revisi UU PPP masih melibatkan orang-orang yang sama seperti saat membahas Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan Mahkamah Konstitusi cacat formil.

Keempat, kata Iqbal, revisi UU PPP menimbulkan ketidakpastian hukum karena ada satu pasal yang menyatakan dalam waktu 2 kali 7 hari setelah sidang paripurna, sebuah produk undang-undang bisa dilakukan perbaikan.

Baca juga: Surplus Neraca Perdagangan Berlanjut, Pemerintah Dorong Ekspansi Pasar Ekspor

Ia menilai, sidang paripurna adalah puncak pembahasan. Setelah itu tidak boleh ada revisi. Dengan demikian kata dia, ketentuan ini hanya mengakali apa yang pernah terjadi dalam UU Cipta Kerja.

"Semua itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Partai Buruh bersama serikat buruh dan serikat petani, berkepentingan untuk menggagalkan dan menolak UU PPP yang sudah direvisi," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022.

Baca juga: Disentil Jokowi soal Efisiensi, Pertamina Sebut Sudah Hemat 2,2 Miliar Dollar AS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com