Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inflasi Tahunan Juni 2022 Tertinggi 5 Tahun, Ini Kata Kemenkeu

Kompas.com - 04/07/2022, 06:38 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai tingkat inflasi Indonesia pada Juni 2022 masih tergolong moderat dibandingkan negara lainnya. Laju inflasi RI pada Juni 2022 secara tahunan tercatat mencapai 4,35 persen atau yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

“Dibandingkan dengan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat. Laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6 persen dan 8,8 persen," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis, Minggu (3/7/2022).

Begitu pula bila dibandingkan dengan negara berkembang, seperti Argentina dengan laju inflasi mencapai 60,7 persen dan Turki sebesar 73,5 persen.

Baca juga: Inflasi Juni 0,61 Persen, Dipicu Harga Cabai Merah hingga Rokok Kretek Filter

Menurut dia, pemerintah melalui instrumen APBN, telah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga.

Meskipun demikian, ia memastikan, pemerintah akan terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik.

"Inflasi Juni mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang signifikan mencapai 10,07 persen (yoy) dari Mei yang sebesar 6,05," jelasnya.

Komoditas pangan yang meningkat meliputi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra sehingga menimbulkan gagal panen dan terganggunya distribusi. Di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Febrio mengatakan, perkembangan harga pangan akibat risiko cuaca dan tekanan harga global karena restriksi ekspor di beberapa negara produsen pangan, perlu terus diwaspadai. Pangan sangat penting bagi masyarakat sehingga pemerintah akan terus mengantisipasi dan memitigasi risiko dari kenaikan harga kelompok pangan bergejolak.

Upaya mitigasi tersebut dilakukan melalui berbagai kebijakan untuk menjamin kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan bagi masyarakat.

Serta untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan, pemerintah akan menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta menjaga agar pemulihan ekonomi semakin menguat.

Menurutnya, upaya menjaga stabilisasi harga pangan nasional telah dilakukan dengan pemberian insentif selisih harga minyak goreng, pelarangan sementara ekspor CPO dan turunannya untuk menjaga pasokan dengan harga terjangkau, serta mempertahankan harga jual BBM, LPG, listrik (administered price) tidak mengalami peningkatan.

“Ini semua diharapkan dapat menjaga kecukupan pasokan, kelancaran distribusi serta keterjangkauan harga pangan pokok sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah,” ungkap Febrio.

Baca juga: Kenaikan Tarif Listrik Diprediksi Bakal Picu Inflasi di Juli

Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaporkan inflasi Juni 2022 secara tahunan mencapai 4,35 persen, dan secara bulanan sebesar 0,61 persen. Sementara pada inflasi inti Juni 2022 tercatat sebesar 2,63 persen, meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,58 persen.

Selain itu, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga mengalami peningkatan sebesar 5,33 persen pada Juni 2022 dari posisi Mei 2022 yang sebesar 4,83 persen.

Menurut Febrio, meningkatnya inflasi inti mencerminkan semakin menguatnya permintaan domesti. Sedangkan peningkatkan inflasi administered prices ) setelah bergerak stabil di dua bulan sebelum, terjadi karena kenaikan tarif angkutan udara dan cukai hasil tembakau.

Harga energi domestik cenderung stabil karena peran APBN 2022 sebagai shock absosrber melalui alokasi subsidi energi dan kompensasi yang mencapai Rp 502,4 triliun.

"Subsidi dan kompensasi energi diberikan untuk menjaga stabilisasi harga, melindungi daya beli serta menjaga momentum pemulihan ekonomi. Mengingat energi merupakan kebutuhan pokok, kebijakan subsidi energi ini vital bagi proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung,” tutup Febrio.

Baca juga: Tarif Listrik Orang Kaya Naik, Sri Mulyani Jamin Daya Beli Masyarakat dan Inflasi Terjaga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com