Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waktu Penghapusan Pungutan Ekspor Sawit Dinilai Terlalu Singkat

Kompas.com - 18/07/2022, 20:03 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menghapus sementara tarif pungutan ekspor kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya sepanjang 18 Juli-31 Agustus 2022 atau selama 1,5 bulan.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 yang menyebut tarif pajak pungutan ekspor pada seluruh produk dari tandan buah segar (TBS), kelapa sawit, produk sawit, bungkil, palm oil, used cooking oil, dan crude palm oil menjadi Rp 0 per metrik ton.

Namun sesudah tanggal 31 Agustus 2022 yakni per 1 September 2022, pemerintah akan memberlakukan tarif pajak ekspor CPO dan produk turunannya bersifat progresif atau menyesuaikan dengan harga di pasar global.

Baca juga: Ini Jurus Kemenperin untuk Memperlancar Ekspor CPO

Namun pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meragukan kemungkinanan keberhasilan kebijakan tersebut. Ia menilai, penghapusan tarif selama 1,5 bulan terlalu singkat untuk berdampak pada peningkatan harga TBS.

"Ini merupakan langkah lanjutan pemerintah di tengah tekanan harga TBS yang amat rendah di dalam negeri. Apakah ini akan berhasil? Belum tentu. Bisa berhasil, bisa juga tidak. Karena per 1 September akan berlaku aturan lama, artinya relaksasi ini hanya berlaku sekitar 1,5 bulan," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Menurutnya waktu 1,5 bulan tak cukup memadai untuk membantu ekspor industri ini pulih kembali, setelah pemerintah sempat menyetop ekspor minyak goreng, CPO, dan bahan baku turunan pada 28 April 2022 yang kemudian dibuka kembali per 23 Mei 2022.

Khudori mengatakan tidak mudah bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pembeli pasca kontrak-kontrak sebelumnya ditangguhkan hanya dalam 1,5 bulan. Selain itu, pelaku usaha juga kesulitan mendapatkan kapal untuk mengangkut barang.

Baca juga: Hingga 31 Agustus, Sri Mulyani Hapus Tarif Pajak Ekspor CPO dan Turunannya

"Disrupsi logistik dan rantai pasok membuat kompetisi mendapatkan kapal angkut menjadi sangat sengit. Apalagi harganya sedang pun naik," imbuhnya.

Selain itu, eksportir masih harus memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Sehingga meskipun ekspor sudah dibuka kembali, tetapi pemberlakuan DMO dan DPO menjadi hambatan untuk ekspor.

"Sepertinya dua hal ini yang membuat ekspor masih jauh dari pulih," kata dia.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam seluruh rantai pasok di industri sawit, posisi petani paling rentan. Maka ketika ekspor masih tertahan dan kilang-kilang CPO penuh, pabrik kepala sawit (PKS) menahan pembelian TBS dari petani.

Di pasar global kata Khudori, kondisi harga CPO memang ada kecenderungan turun, meski tidak drastis, tetapi berbeda dengan harga CPO domestik di pasar lelang Dumai yang justru harganya turun drastis. Menurutnya, ini fenomena yang aneh di pasar terbuka.

"Ini fenomena aneh, mengapa bisa terjadi? Sepertinya ini bisa dijelaskan dari bagaimana konfigurasi posisi para pihak dalam rantai pasok industri sawit," kata dia.

"PKS, pengusaha, dan industri punya daya tawar tinggi. Mereka bisa mendikte harga pasar. Di sisi lain, petani, terutama petani sawit mandiri, berada pada posisi paling rentan. Mereka jadi korban dari industri yang pasarnya dikuasi para pelaku kuat," papar Khudori.

Baca juga: Ekspor CPO RI Anjlok 68 Persen pada Mei 2022, Ini Penyebabnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com