Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko Waspadai Kesenjangan Produktivitas Kebun Kelapa Sawit

Kompas.com - 21/07/2022, 21:01 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Moeldoko mewaspadai kesenjangan produktivitas antara perkebunan kelapa sawit milik perusahaan swasta dengan perkebunan rakyat.

Ia mengatakan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat mengalami stagnasi dalam 10 tahun terakhir. Di sisi lain, produktivitas perkebunan sawit milik perusahaan swasta terus mengalami peningkatan.

Moeldoko mengatakan perkebunan rakyat memang berkontribusi signifikan pada produksi nasional, namun angka produktivitas dari perkebunan rakyat masih relatif lebih rendah dibandingkan perkebunan besar swasta.

Baca juga: Moeldoko: Harga TBS Sawit Anjlok, Petani Lemas Hadapi Situasi Ini

Menurut catatannya, pada 2010 produktivitas sawit dari perkebunan rakyat sebesar 2,5 ton per hektar (ha), sementara perkebunan besar milik swasta sebesar 2,9 ton per ha. Lalu pada 2021, produktivitas sawit rakyat hanya 2,75 ton per ha, sedangkan produktivitas dari kebun swasta naik menjadi 3,84 ton per ha.

"Ada stagnasi dan rendahnya produktivitas. Selama satu dekade terakhir gap produktivitas antara perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat mengalami pelebaran," ungkapnya dalam webinar Kompas Talks: Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara, Kamis (21/7/2022).

"Ini perlu kita concern, bahaya kalau gap-nya terlalu tinggi," imbuh Moeldoko.

Lebih lanjut ia mengatakan, dari sisi total luas lahan yang dimiliki petani perkebunan rakyat memang cukup besar yakni 6 juta ha atau 40 persen dari total luas lahan kebun sawit secara nasional yang sekitar 16,3 juta ha. Namun, hasil produksinya tetap lebih rendah dari perkebunan swasta.

Menurut Moeldoko, stagnasi produksi sawit perkebunan rakyat menjadi persoalan kritikal, mengingat peran perkebunan rakyat dalam produksi minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) nasional cukup tinggi.

Baca juga: Bahlil: Dulu Membuat Izin UMKM Susahnya Minta Ampun...

Oleh sebab itu, dia meminta agar para petani bisa meningkatkan produksinya. Moeldoko juga mengingkatkan para petani untuk tetap semangat di tengah penurunan harga tandan buah segar (TBS) saat ini. Sebab pemerintah sudah mengambil berbagai kebijakan untuk mendongkrak harga TBS.

Kebijakan tersebut di antaranya kembali membuka keran ekspor CPO dan produk turunannya setelah sempat dilakukan pelarangan, serta menghapus tarif pungutan ekspor CPO dan produk turunannya hingga 31 Agustus 2022. Hal ini diharapkan bisa mendorong ekspor CPO sehingga berdampak pada peningkatan harga TBS.

"Jadi saya mengingatkan teman-teman sekalian jangan sampai ini semakin turun, tidak ada alasan apapun, ini kita harus menjadi waspada," kata dia.

"Juga saya pesan petani harus tetap semangat dalam menghadapi situasi saat ini. Saya paham para petani lemas hadapi situasi ini, tapi ayo semangat jangan turun karena pemerintah juga mengambil langkah," pungkas Moeldoko yang juga menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) itu.

Baca juga: Harga TBS Kelapa Sawit Terus Merosot, Petani Surati Presiden Jokowi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com