Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga Juli 2022, Negara Raup Rp 83,15 Miliar dari Pajak Pinjol

Kompas.com - 12/08/2022, 17:15 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak penghasilan (PPh) dari layanan fintech peer to peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol) mencapai Rp 83,15 miliar hingga Juli 2022.

Kebijakan penerapan pajak pinjol ini sudah berlangsung selama 3 bulan atau sejak 1 Mei 2022, namun pembayarannya mulai dilakukan pada Juni 2022.

"Ini dimulai sejak Mei, serta mulai dibayarkan dan dilaporkan bulan Juni, makannya sebetulnya masih sangat kecil (realisasinya, tapi ini sudah mulai bagus," ungkapnya Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, dikutip Jumat (12/8/2022).

Baca juga: Pemerintah Sudah Kantongi Rp 88,93 Miliar dari Pajak Kripto

Secara rinci, realisasi penerimaan pajak pinjol itu berasal dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak subjek dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap sebesar Rp 63,25 miliar.

Kemudian berasal dari PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) dan bentuk usaha tetap sebesar Rp 19,90 miliar.

Adapun ketentuan pemungutan PPh atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak melalui aplikasi pinjaman online itu, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.

Pada beleid itu diatur bila bunga diterima wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap atau perusahaan pinjol maka dikenakan PPh 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto atas bunga.

Sementara bila penerima bunga adalah wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, bunga dikenakan PPh 26 dengan tarif sebesar 20 persen sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda.

Baca juga: Pemerintah Sudah Kantongi Rp 7,65 Triliun dari Pajak Digital

Lewat PMK 69/2022 maka perusahaan fintech atau pinjol memiliki tanggung jawab sebagai pihak yang melakukan pemotongan PPh. Perusahaan fintech yang dimaksud adalah yang sudah berizin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Jadi ini menunjukkan bahwa setiap hal yang memang harusnya jadi objek pakajk, maka kita akan lakukan compliance atau pemenuhan kepatuhan sehingga azas keadilan itu terjadi," kata Sri Mulyani.

"Rakyat yang tidak memiliki pendapatan atau pendapatannya kecil, dia dibebaskan tidak bayar pajak. Teteapi yang memiliki daya beli dan pendpaatan yang memadai, mereka membayar pajak sesuai tarif. Itu yang disebut prinsip gotong royong dan keadilan," pungkasnya.

Baca juga: Penerimaan Pajak Capai Rp 1.028,5 Triliun hingga Juli 2022

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com