JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik investasi ilegal atau biasa disebut investasi bodong masih saja banyak beredar. Ini selaras dengan semakin tingginya tingkat adaptasi teknologi digital di kalangan masyarakat Indonesia.
Korban dari praktik investasi bodong juga masih saja berjatuhan. Padahal, pemerintah dan pihak terkait terus melakukan pemberantasan terhadap praktik merugikan tersebut.
Mudahnya oknum untuk membuat situs atau platform investasi bodong menjadi salah satu penyebab praktik merugikan ini terus bermunculan.
Baca juga: Satgas Waspada Investasi Temukan 10 Entitas Investasi Bodong di Juni 2022
Agar dapat terhindar dari praktik tersebut, ada baiknya Anda mengetahui trik atau modus yang biasa digunakan oknum investasi ilegal untuk menjerat korbannya. Biasanya, oknum investasi bodong akan mencoba menggaet masyarakat dengan trik yang tidak jauh berbeda.
Melalui akun resmi Instagram-nya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat 7 trik yang paling sering digunakan oknum investasi bodong.
Berikut trik penipuan yang paling sering digunakan tersebut:
Apabila menemukan salah satu poin di atas dalam sebuah tawaran "investasi", maka Anda perlu hati-hati. Untuk dapat mengetahui legalitas produk dan lembaga jasa keuangan yang berizin OJK, masyarakat bisa menghubungi OJK 157 melalui telepon 157 atau chat WhatsApp 081 157 157 157.
Selain mengenali trik yang marak digunakan investasi bodong, OJK juga kerap menyampaikan sejumlah tips agar masyarakat dapat terhindar dari kerugian praktik tersebut.
Berikut adalah tips yang perlu diperhatikan untuk menghindari penipuan investasi:
1. Jangan cepat tergiur dengan janji keuntungan besar
Masyarakat patut curiga apabila ada pihak yang menjanjikan tingkat keuntungan yang jauh melebihi hasil tingkat bunga bank umum. Selain itu juga dijanjikan investasi yang dilakukan tidak akan memiliki risiko kerugian.
2. Pastikan lembaga investasi memiliki izin
Anda harus memeriksa izin dari orang atau lembaga yang menawarkan investasi terlebih dahulu. Izin tersebut diterbitkan oleh salah satu lembaga berwenang seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Contoh kasusnya:
Jika akan menawarkan produk Efek (surat berharga) atau produk perbankan, maka perusahaan tersebut harus memiliki izin usaha dari OJK. Selain itu produk yang ditawakan juga wajib sudah tercatat di OJK.