Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sudaryono, B.Eng.,MM.,MBA
Ketua Umum APPSI

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia – APPSI

Stabilisasi Harga dan Pasokan Kebutuhan Pokok

Kompas.com - 23/08/2022, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KELANGKAAN minyak goreng tidak hanya menyebab derita, namun juga nestapa. Di Kalimantan Timur, dua orang ibu paruh baya meninggal kelelahan saat mengantre untuk mendapatkan minyak goreng subsidi.

Pilu. Apalagi kejadian ini terjadi Kalimantan Timur, salah satu daerah penghasil sawit di Indonesia.

Namun, anehnya, ada yang masih mempertanyakan mengapa orang rela mengantre demi seliter atau dua liter minyak goreng.

Patut dipahami, alasan rakyat kecil rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkan minyak subsidi. Bagi rakyat kecil, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok itu berdampak besar.

Sebagian besar dan boleh jadi, semua pendapatannya dialokasikan untuk konsumsi bahan pokok. Sedikit saja harga naik, maka memaksa mereka untuk menguras tabungan, mengurangi konsumsi, mencari pinjaman untuk sekadar bisa bertahan hidup, bahkan yang paling ekstrem mereka berjuang melawan rasa lapar.

Derita yang sama pula dialami oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Terutama usaha yang produknya berbasis minyak goreng.

Pengusaha mengalami dilema. Apabila menyesuaikan harga, khawatir kehilangan pelanggan. Pada sisi lain, apabila tidak menyesuaikan harga, maka mereka akan menderita kerugian.

Bagi UMKM, setiap terjadi gejolak harga, maka biaya produksi akan semakin besar. Konsekuensinya, keuntungan semakin kecil.

Tingginya biaya operasional mengharuskan mereka untuk mengurangi ukuran produk demi mempertahankan harga.

Apabila masih rugi, meski kuantitas produk dikurangi, mau tidak mau, mereka harus tetap menaikan harga dan mengurangi kuantitas produk secara bersamaan. Fenomena ini, populer disebut “Shrinkflation”.

Shrinkflation adalah kondisi di mana barang yang dijual harganya meningkat dan kuantitas produk kecil. Dampak shrinkflation lebih parah dari inflasi. Shrinkflation tidak hanya menurunkan daya beli, namun juga konsumen akan merasakan ketidakpuasan optimal atas barang yang dibeli (underutility).

Penyebab naiknya harga dan langka minyak goreng

Kenaikan harga minyak goreng merupakan dampak dari naiknya harga CPO internasional sejak akhir desember 2021.

Harga komoditas minyak sawit terus meningkat hingga maret 2022, tercatat harga CPO hampir meningkat dua kali lipat.

Meningkatnya harga CPO, pada satu sisi mendorong perusahaan kelapa sawit lebih cenderung menambah volume ekspor CPO ke luar negeri daripada memenuhi kebutuhan CPO lokal. Konsekuensinya, harga produk turunan CPO otomatis akan meningkat termasuk minyak goreng.

Sebagai langkah antisipatif, pemerintah menetapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng, yakni Rp 14.000 per liter.

Kebijakan tujuannya baik, agar minyak goreng dapat terjangkau. Namun lemahnya pengawasan distribusi minyak goreng membuat minyak goreng menjadi langka.

Kelangkaan minyak goreng merupakan efek samping (negatif eksternalities) dari kebijakan satu harga. Kebijakan satu harga membuat disparitas harga minyak goreng domestik dan luar negeri semakin besar.

Disparitas ini memicu aksi spekulasi dari vested interest: menimbun bahkan penyelendupan. Konsekuensinya, distribusi minyak ke konsumen terbatas dan tidak kontinu.

Operasi Pasar yang dilakukan pemerintah melalui Perum Bulog belum mampu mengurai dan memenuhi kebutuhan nasional yang mencapai 5,7 juta ton per tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dan mengendalikan harganya, maka DPR- RI mendorong pemerintah menerapkan Kebijakan Domestik Market Obligation 30 persen untuk CPO dan penghapusan kebijakan satu harga.

Konsekuensinya, stok minyak goreng kembali memenuhi gerai-gerai pusat perbelanjaan dan harga perlahan turun.

Merujuk data Kementerian Perdagangan, meskipun harga-harga minyak goreng masih relatif masih tinggi jika dibandingkan per Januari 2022, namun secara gradual, sejak pertengahan Juni 2022 sampai bulan Agustus 2022, harga minyak goreng terus turun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com