Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Estimasi Ekonom, Kenaikan Harga Pertalite-Solar Bisa Sumbang Inflasi 1,97 Persen

Kompas.com - 23/08/2022, 17:15 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom UGM Fahmy Radhi menilai saat ini tidak ada urgency menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Menurut dia, jika harga BBM subsidi jenis Pertalite naik menjadi Rp 10.000 per liter, maka akan turut menyumbang inflasi.

Kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 dan harga Solar menjadi Rp 8.500 sudah pasti akan menyulut inflasi. Feeling saya, pemerintah tidak akan pernah mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi pekan ini, bahkan pekan depan sekali pun,” ungkap Fahmy, dalam pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (23/8/2022).

Fahmi mengatakan, kontribusi inflasi dengan kenaikkan harga Pertalite diperkirakan sebesar 0,93 persen, sedangkan kenaikkan harga Solar diperkirakan sebesar 1,04 persen, sehingga sumbangan inflasi kenaikan Pertalite dan Solar diperkirakan bisa mencapai 1,97 persen.

Baca juga: Mitigasi Kenaikan Inflasi akibat Harga BBM, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Menjadi 3,75 Persen

Total inflasi bisa capai 7 persen

Padahal inflasi pada Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen yoy, sehingga total inflasi akan mencapai 7,17 persen yoy, bandingkan dengan inlasi pada 2021 hanya pada kisaran 3 persen yoy. Dengan inflasi sebesar 7,17 persen, akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah sebesar 5,4 persen.

“Selain itu, inflasi sebesar 7,17 akan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok yang memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin. Bahkan, rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi BBM lantaran tidak punya kendaraan bermotor juga harus berkorban akibat penaikan harga BBM Subsidi,” lanjut dia.

Baca juga: Diisukan Naik Jadi Rp 10.000, Berapa Harga Asli Pertalite Tanpa Subsidi?

Tidak ada urgency menaikkan harga BBM subsidi

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan, opsi kebijakan yang akan dipilih terkait subsidi BBM adalah tidak memberatkan beban rakyat miskin. Berdasarkan pernyataan Jokowi itu sesungguhnya mengisyaratkan Jokowi tidak menaikkan harga BBM Subsidi dalam waktu dekat ini, karena pertaruhannya cukup besar.

Fahmy menjelaskan, beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp 502,4 triliun tahun ini. Namun perlu diingat, beban subsidi Rp 502,4 triliun adalah total dari anggaran subsidi energi, terdiri dari subsidi BBM, LPG 3 kg, dan listrik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com