Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Subsidi BBM, Mengorbankan Daya Beli Rakyat atau APBN Jebol

Kompas.com - 25/08/2022, 03:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pemerintah masih mempertimbangkan sejumlah aspek terkait penetapan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, salah satunya daya beli masyarakat.

"Keputusan ini (harga BBM naik) kan harus mempertimbangkan banyak aspek, aspek daya beli, dan kemampuan pendanaan pemerintah (subsidi BBM)," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari Antara, Kamis (25/8/2022).

Selain daya beli masyarakat, kata dia, pemerintah juga masih menghitung kemampuan APBN untuk mengucurkan subsidi energi, termasuk pada BBM.

Pemerintah juga mengantisipasi meningkatnya kebutuhan energi pada akhir tahun, di saat sejumlah negara lain memasuki musim dingin yang membuat ketersediaan energi terbatas.

Baca juga: Gaya Hidup Mewahnya Disorot, Berapa Gaji Brigjen Hendra Kurniawan?

"Harganya bisa meningkat, mau masuk musim dingin di luar, sekarang kita harus upayakan penuhi paling tidak listrik untuk memanfaatkan maximum capacity baseload dalam negeri," kata dia.

APBN jebol

Pemerintah tengah dalam proses kalkulasi atas harga BBM Pertalite dan Solar. Apabila tidak ada kenaikan harga, subsidi BBM akan membengkak nyaris Rp 700 triliun.

Hitungan Menteri Keuangan Sri Mulyani, anggaran subsidi dan kompensasi yang sebesar Rp 502 triliun di tahun ini bisa menambah Rp 198 triliun dari anggaran yang ditentukan apabila harga BBM tidak berubah.

"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp 198 triliun, di atas Rp 502 triliun. Nambah, kalau tidak menaikkan (harga) BBM," ujar Sri Mulyani dikutip dari Kontan.

Baca juga: Mendag Beberkan Biang Kerok Harga Telur Tembus Rp 31.000/Kg

Sri Mulyani menyebutkan, angka tersebut hanya menghitung dari subsidi Pertalite dan Solar sehingga angka bengkak subsidi tersebut masih asumsi kotor dan bisa jauh lebih besar.

"Itu untuk subsidi tadi Solar dan Pertalite saja. Saya belum menghitung elpiji. Elpiji dan listriknya sudah masuk yang kemarin di laporan semester (lapsem), yang kita sudah naikkan, saya tidak membuat exercise," kata Sri Mulyani.

Subsidi energi sendiri terakhir dinaikkan pada Juli menjadi Rp 502,4 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.

Kenaikan subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun pada Juli lalu dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 100 dollar per barel, kurs Rp 14.450 per dollar AS, dan volume 23 juta kiloliter hingga akhir 2022.

Baca juga: Mengenal Dinar Dirham, Mata Uang Jadul yang Kini Jadi Alat Investasi

Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, yang terjadi saat ini justru harga minyak mentah terus mengalami kenaikan hingga di atas 100 dollar per barel dengan kurs sebesar Rp 14.750 per dollar AS yang berarti melemah sekitar empat persen.

Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan, jebolnya anggaran subsidi tersebut dengan mempertimbangkan volume konsumsi Pertalite dengan asumsi 29 juta kiloliter dari sebelumnya yang sebesar 23 juta kiloliter.

Selain itu, juga mempertimbangkan harga minyak yang terus menerus di atas 100 dollar AS per barrel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com