Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Skema Pensiun PNS Pay as You Go yang Ingin Diubah ke "Fully Funded"

Kompas.com - 31/08/2022, 14:40 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah masih menerapkan skema pay as you go dalam sistem pembiayaan pensiun aparatur sipil negara (ASN)/pegawai negeri sipil (PNS). Skema ini membebani APBN dalam jangka panjang, sebab manfaat pensiun secara penuh dibayarkan dibayarkan oleh APBN.

Adapun skema pay as you go diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, yang mengatur program Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Hari Tua (JHT) untuk PNS.

Pada skema tersebut, pemerintah baru menyiapkan dana pensiunan ketika PNS tersebut memasuki masa pensiundengan besaran yang didasarkan pada formula dalam peraturan pemerintah.

Baca juga: Besaran Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR

Artinya, sedari awal PNS bekerja, pemerintah sebagai pemberi kerja telah menjanjikan PNS tersebut akan mendapatkan dana pensiun. Namun, selama PNS produktif berkerja, pemerintah tidak memiliki anggaran untuk menyisihkan dana pensiun setiap bulannya bagi PNS tersebut.

Kondisi inilah yang membebani APBN, terlebih saat ini pensiunan PNS pusat dan PNS daerah serta TNI/Polri seluruhnya ditanggung oleh pemerintah pusat.

Menurut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) kewajiban jangka panjang program pensiun pemerintah mencapai Rp 2.929 triliun. Terdiri dari kewajiban untuk PNS pusat Rp 935,6 triliun dan PNS daerah Rp 1.994 triliun.

Adapun berdasarkan realisasi pembayaran pensiunan PNS setiap tahunnya memang terus bertambah. Pada 2018 realisasi pembayaran pensiunan hanya Rp 90,82 triliun, 2019 menjadi sebesar Rp 99,75 triliun, 2020 sebesar Rp 104,97 triliun, 2021 sebesar Rp 112,29 triliun, serta 2022 diperkirakan mencapai Rp 119 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengatakan, biaya pensiunan yang terus meningkat itu dikarenakan semakin bertambahnya jumlah PNS yang pensiun, seiring pula dengan usia harapan hidup yang semakin panjang.

"Besaran manfaat pensiun setiap bulan semakin bertambah, itu yang seringkali membuat kita cemas. Makannya di skema pay as you go ini semakin membuat kita worry (khwwatir)," ungkap Isa saat berdiskusi dengan media di kantornya, pada Senin (29/8/2022) lalu.

Saat ini PNS memang dikenai potongan sebesar 8 persen per bulan dari gajinya, dengan rincian 4,75 persen untuk program Jaminan Pensiun dan 3,25 persen untuk program Jaminan Hari Tua (JHT).

Baca juga: Pensiunan PNS Bebani Negara Rp 2.800 Triliun, Sri Mulyani Ingin Skemanya Diubah

Iuran 4,75 persen itu diakumulasikan sebagai Akumulasi Iuran Pensiun (AIP) dan bukan dana pensiun, kemudian iuran yang 3,25 persen dikelola oleh PT Taspen. Nantinya, PNS akan menerima pembayaran AIP dan iuran yang dikelola di Taspen saat PNS pensiun.

Itu artinya PT Taspen memang tidak berkewajiban membayarkan pensiunan PNS, melainkan pemerintah sebagai pemberi kerja. Adapun dengan skema yang berlaku saat ini, pemerintah membayarkan manfaat pensiunan setiap bulannya kepada PNS yang pensiun.

Namun, pemerintah berencana mengganti skema pay as you go menjadi fully funded. Lewat skema fully funded ini, maka pemerintah akan memiliki anggaran yang khusus untuk menyisihkan dana pensiun secara sistematis setiap bulannya sejak PNS tersebut mulai bekerja.

Selain itu, ketika nantinya skema fully funded berlaku, pemerintah akan membentuk lembaga dana pensiun yang khusus mengelola pensiunan PNS. Nantinya, potongan iuran dari gaji PNS yang selama ini dikelola Taspen akan dipindahkan ke lembaga tersebut.

Maka nantinya iuran yang dipotong dari gaji PNS dan iuran yang dibayarkan pemerintah sebagai pemberi kerja itulah, yang akan dikelola oleh lembaga dana pensiun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com