KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Reputasi

Kompas.com - 03/09/2022, 08:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA mungkin masih ingat pesan orangtua sewaktu kecil dulu. “Jangan pedulikan apa kata orang, maju saja terus.”

Namun, semenjak kecil pula, kita sering mendengar komentar orang-orang tua yang ditemui saat arisan atau pertemuan keluarga membahas sanak saudara yang menurut mereka berlaku tidak pantas.

Cemooh dari teman sepermainan pun mungkin kita dapatkan ketika mengenakan suatu barang atau bersikap tertentu yang tidak sesuai dengan situasi saat itu. Ini tentu terasa cukup menyakitkan.

Bagaimana mungkin kita dapat mengabaikan penilaian orang lain terhadap diri kita?
Dalam peran media sosial saat ini, reputasi dapat kita peroleh dengan sengaja membentuknya atau biasa disebut sebagai pencitraan.

Baca juga: Yuk, Membuka Pikiran!

Hal yang sama juga bisa terjadi apabila ada rekan yang mengunggah sesuatu tentang diri kita. Semakin penuh sensasi unggahan itu, maka semakin cepat pula menarik perhatian pihak lain.

Dahulu, kekhilafan kita mungkin cepat terlupakan dari memori pihak lain. Namun, kehadiran media sosial membuat jejak perilaku kita bisa berada di dunia maya untuk waktu yang sangat lama.

Bagi mereka yang benar-benar mengenal kita, mungkin unggahan seperti itu tidak terlalu berdampak besar karena mereka mengenal sisi lain diri kita.

Sayangnya, bagi orang yang baru mengenal kita atau rekan-rekan yang intensitas hubungannya tidak terlalu mendalam, unggahan yang mereka lihat akan membentuk reputasi diri kita dalam benak mereka. Ini bisa saja berpengaruh dalam interaksi hubungan kita dengan mereka.

Baca juga: Transformasi Organisasi

Dalam situasi kerja sehari-hari, reputasi kita terbentuk dari persepsi rekan-rekan kerja terhadap diri kita. Bisa saja kita melihat diri sebagai individu yang penuh perhatian kepada orang lain. Namun, bisa jadi pula rekan-rekan kerja tidak melihat diri kita seperti itu.

Sebaliknya, bisa saja kita dianggap sebagai individu yang tidak sabaran. Mana yang tepat? Kepribadian mana yang bermakna dalam interaksi sosial kita?

Perlu diketahui, orang lain akan bersikap pada kita sesuai dengan reputasi yang mereka pandang tentang diri kita. Jika perlakuannya berbeda dengan yang kita harapkan, ini berarti, kita belum berhasil membentuk diri menjadi pribadi ideal di hadapan mereka.

Apakah kita dapat menerima reputasi secara legawa dan mengakui bahwa itulah yang dilihat oleh orang lain terhadap kita? Hal ini tidak mudah, apalagi bagi mereka yang sudah memiliki posisi dan “power”.

Sulit bagi mereka untuk bisa terbuka dan menyadari bahwa reputasi yang orang-orang pandang tentang dirinya tidaklah seperti yang ia pikirkan. Di sinilah letak kekuatan kepribadian kita.

Baca juga: Suksesi

Para ahli psikologi menyebut hal demikian sebagai blind spot, yakni sesuatu mengenai diri kita yang diketahui orang lain tetapi justru tidak kita ketahui.

Menurut para ahli, blind spot bisa menjadi silent killer. Betapa tidak? Bila kita menutup mata dan tidak memedulikan pendapat orang lain tentang diri kita, artinya kita membiarkan diri berkembang dalam gelap, tanpa upaya perbaikan. The danger is not knowing what your reputation is.

Setiap individu yang ingin berkembang perlu mempertimbangkan reputasinya, sambil menguatkan diri untuk mencapai mutu kepribadian yang lebih baik.

Baca juga: Budaya Toksik dalam Perusahaan

Kita perlu memiliki prinsip mengenai apa yang baik dan benar bagi diri kita. Sementara, reputasi dapat kita gunakan sebagai pedoman dalam menunjukkan prinsip pribadi yang diinginkan di hadapan orang lain.

Ketahuilah, kita tidak bisa mengendalikan pendapat orang, tetapi bisa memengaruhi persepsinya melalui perbuatan dan kata-kata.

Evolusi identitas

Identitas kita sebagai manusia merupakan gabungan pengalaman antara bayangan mengenai siapa diri kita dan apa yang kita representasikan ketika berhubungan dengan orang lain.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman
Reputasi tersebut tidak terjadi dalam sekejap. Kita perlu membentuknya dalam proses yang cukup panjang melalui tempaan hidup sehari-hari. Good reputations are earned slowly and lost quickly. One major blunder outweighs many contributions.

Baca juga: Bahasa Emotif

Perusahaan tempat bekerja tentu memiliki andil dalam membentuk reputasi kita, apalagi bila lembaganya cukup bergengsi. Namun, bagaimana mengelola identitas kita dalam tingkah laku keseharian juga akan semakin memperkuat ataupun melemahkan reputasi organisasi tempat kita bekerja tadi.

Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan. Pertama, pelajari dengan seksama apa reputasi kita. Banyak perusahaan menyelenggarakan umpan balik 360 derajat dengan bertujuan memberikan masukan kepada individu mengenai reputasinya.

Ketika hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan, bisa saja ada yang mempertanyakan obyektivitasnya. Di sini, perlu kita ingat bahwa pendapat orang lain adalah sah menurut kacamata mereka.

Baca juga: Menumbuhkembangkan Karyawan

Kedua, tentukan identitas yang memang ingin kita miliki dan nilai apa yang mau ditampilkan. Ada orang yang ingin terlihat mentereng. Sebaliknya, ada yang ingin kelihatan minimalis.

Apa yang kita junjung tinggi akan memperkuat reputasi kita ketika ini diartikulasikan dengan baik dan dapat diimplementasikan sesuai dengan makna dari nilai tersebut.

Reputasi seperti itu tidak bisa hanya kita angankan, lalu terjadi begitu saja. Kita perlu menyusun strategi untuk mencapainya.

Selain itu, tanyakan pula mengapa reputasi ini penting agar kita dapat menelusuri kekuatan dan hal yang masih perlu digerakkan dalam diri untuk mencapai identitas tersebut.

Baca juga: Seni Bertanya

Identitas kita adalah cerita mengenai diri kita. Cerita ini haruslah genuine, tidak bisa dibuat-buat. Sebab, episode demi episode hidup kita akan menjadi saksinya. Orang akan melihat ketika perilaku ternyata tidak cocok dengan apa yang kita angankan. Be who you say you are.

Kita juga perlu mengingat bahwa kita tidak bisa selalu konsisten. Bila pada suatu hari Anda sadar telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai yang ingin ditampilkan ini, lakukan tindakan korektifnya secepat mungkin.

Terakhir, kita juga perlu melihat bahwa orang lain pun juga ingin “bersinar”. Dengan memberi ruang kepada orang lain untuk tampil, justru reputasi kita akan mendapat nilai tambah yang positif. Build bridges that unify.

 

 


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com