Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry Nosih Saturwa
Analis Bank Indonesia

Analis Senior di Bank Indonesia

Mengendalikan Inflasi Harga Pangan dan Energi

Kompas.com - 14/09/2022, 11:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERANG Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan telah mengganggu rantai pasokan global sehingga memicu terjadinya kenaikan harga pagan dan energi di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.

Penelitian International Food Policy Research Institute (IFRI) mengungkapkan, sejak invasi Rusia ke Ukraina, ada 24 negara yang menerapkan kebijakan proteksionisme berupa larangan ekspor lebih dari 30 jenis makanan termasuk gandum, gula, dan minyak nabati.

Hal itu juga didukung penelitian CIPS (Chartered Institute of Procurement and Supply Links) yang menyatakan, kebijakan proteksionisme paling dominan dalam rantai pasok pangan global sehingga berdampak pada meningkatnya harga pangan dan risiko memburuknya kemiskinan di seluruh dunia.

Baca juga: Jokowi Ingin Indonesia Ekspor Beras untuk Bantu Atasi Krisis Pangan Global

Ancaman peningkatan harga pangan dunia juga muncul dari perubahan iklim yang berdampak pada pemanasan global dan kekeringan. Berdasarkan Global Food Policy Report 2022, perubahan iklim telah menurunkan produktivitas pertanian dan menganggu rantai pasok, meningkatkan risiko terjadinya kelaparan dan kekurangan gizi secara signifikan.

Di Eropa, gelombang panas telah menggagalkan panen gandum. Produktivitas tanaman pangan di Amerika Selatan mengalami penurunan karena terganggu pola cuaca La Nina yang sedang terjadi.

Perubahan iklim juga telah berdampak pada penurunan hasil panen kedelai di Brasil yang berdampak pada peningkatan harga kedelai.

Secara umum, perubahan iklim global telah mendorong peningkatan harga pangan dunia sebesar 23 persen dari tahun sebelumnya.

Perkembangan inflasi nasional

Dampak negatif peningkatan harga pangan global sejak beberapa bulan lalu telah ditransmisikan pada komoditas kelompok volatile food di Indonesia.

Hal ini tercermin dari tingginya angka inflasi pangan sebesar 8,93 persen (year on year/yoy) pada Agustus 2022 dengan komoditas penyumbang inflasi utama yaitu telur ayam ras dan beras.

Dibanding posisi pada Juli 2022, tekanan inflasi volatile food pada Agustus 2022 mengalami penurunan yang ditopang oleh normalisasi pasokan komoditas pangan antara lain aneka cabai, bawang merah, dan minyak goreng.

Baca juga: Besok, Pemerintah Pusat dan Daerah Akan Rapat Bahas Kenaikan Inflasi

Namun, tekanan inflasi komoditas hortikultura secara umum masih perlu diwaspadai sampai dengan akhir tahun 2022. Hal ini diperkuat oleh prakiraan cuaca BMKG bahwa musim hujan tahun 2022 diperkirakan akan maju lebih awal pada kisaran bulan September-November 2022 dengan puncak musim hujan pada Desember 2022 sampai dengan Januari 2023.

Kondisi itu akan mengubah pola tanam hortikultura yang tidak pada musimnya, sehingga akan meningkatkan risiko gagal panen yang berakibat pada penurunan pasokan komoditas pangan. Pada akhirnya, hal itu mendorong peningkatan harga.

Selain inflasi pangan, tekanan inflasi nasional saat ini juga diwarnai oleh peningkatan harga kelompok administered prices sebagai dampak adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan pemerintah pada awal September 2022.

Kenaikan harga BBM tersebut merupakan salah satu strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif naiknya harga energi global yang mulai ditransmisikan ke dalam sistem perekonomian domestik.

Peningkatan harga minyak global sejak semester dua tahun 2021 telah berdampak pada peningkatan subsidi BBM pemerintah pada tahun 2022.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com