Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur BI: Kita Kelebihan Beras, tapi Kenapa Harga Beras Naik?

Kompas.com - 14/09/2022, 17:51 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo heran Indonesia kelebihan pasokan beras tapi justru harga beras saat ini mengalami kenaikan.

"Kita juga ada kelebihan beras tapi kenapa harga beras ini naik?" ujarnya saat Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi Tahun 2022, Rabu (14/9/2022).

Dikutip dari laman PIHPS Nasional, hampir seluruh jenis beras mengalami kenaikan harga pada Rabu (14/9/2022). Hanya beras kualitas super I yang harganya tetap di Rp 13.300 per kg seperti hari sebelumnya.

Adapun harga beras kualitas bawah I, beras kualitas bawah II, dan beras kualitas medium I pada hari ini naik Rp 50 per kg dibanding hari sebelumnya menjadi masing-masing Rp 10.950, Rp 10.700, dan Rp 12.050 per kg.

Baca juga: Bank Indonesia Buka Rekrutmen Besar-besaran Angkatan 37 Bagi S1 dan S2

Sementara itu, harga beras kualitas medium II dan beras kualitas super II mengalami kenaikan Rp 100 per kg menjadi masing-masing Rp 11.900 dan Rp 13.000 per kg.

Menurut Perry, kenaikan harga beras ini diakibatkan karena beberapa daerah yang memiliki kelebihan pasokan beras tidak saling bekerja sama dengan daerah-daerah yang kekurangan pasokan beras.

Padahal apabila antar daerah saling bersinergi untuk mengisi daerah-daerah yang kekurangan pasokan, maka kenaikan harga pangan seperti ini tidak akan terjadi.

"Demikian juga operasi-operasi pasar dan lebih dari itu kerja sama antar daerah menjadi sangat penting karena banyak daerah-daerah yang mempunyai over supply dan daerah-daerah yang memerlukan," ucapnya.

Baca juga: BI Waspadai Dampak Kenaikan Tarif Angkutan Umum

Selain itu, dia juga meminta agar masyarakat mengutamakan konsumsi beras yang diproduksi di dalam negeri daripada beras impor. Padahal menurutnya, rasa dari beras dalam negeri juga tak kalah enak dengan beras impor.

"Barangkali ada di antara kita, kenapa lebih suka makan beras makan nasi? Kenapa harus beras yang premium yang harus impor? Kenapa enggak dari daerah saya di Delanggu atau dari Jawa Timur juga sama-sama enaknya," tukas Perry.

Selain itu, dia juga menyoroti masyarakat yang berpindah haluan dari sebelumnya mengkonsumsi beras kini menjadi mengkonsumsi gandum yang merupakan komoditas impor.

"Sebagian juga kenapa pindah dari beras ke gandum ke roti?" kata Perry.

Baca juga: Inflasi Volatile Food Semakin Turun, Ini Langkah Strategis BI dan TPID Riau

Sebab, seperti diketahui, komoditas impor saat ini mengalami kenaikan harga imbas dari perang yang berdampak pada disrupsi rantai pasok global. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi.

BI mencatat, pada Agustus 2022 tingkat inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food udah mencapai 8,69 persen, meski turun dari Juli 2022 yang sebesar 10,47 persen namun angka inflasi ini masih terbilang tinggi.

"Inflasi harga pangan bergejolak mestinya harus turun di bawah maksimum 5 persen. Itulah gerakan nasional gerakan inflasi pangan menjadi penting," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com