Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Sikap "Hawkish" The Fed dan Upaya BI Pertahankan Nilai Rupiah

Kompas.com - 22/09/2022, 10:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AMERIKA Serikat (AS) tengah mengalami tingkat inflasi tertinggi selama empat dekade terakhir. Ekonomi negara itu terhuyung-huyung ke jurang resesi.

Bank Sentral AS, yaitu The Fed, secara agresif kini mengerek suku bunganya pada taraf yang tak pernah terjadi sejak pertengahan 1990-an. Ini sebagai upaya untuk meredam lonjakan inflasi, yang naik 9,1 persen (year on year/yoy) pada Juni lalu. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak 1981.

Baca juga: The Fed Kembali Kerek Suku Bunga Acuan 0,75 Persen, IHSG Diproyeksi Melemah

Sejauh ini, suku bunga yang sudah naik sebanyak empat kali tampaknya tidak banyak membantu dalam membendung kenaikan harga.

Di tengah ketatnya pasar tenaga kerja, tingginya pengangguran, rantai pasokan yang kacau, dan triliunan dolar bantuan sosial yang digelontorkan pemerintahan Biden ke tangan konsumen AS selama pandemi, inflasi tetap tinggi.

Upaya BI agar rupiah tak tertekan

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memutuskan dalam Rapat Dewan Gubernur pada 22-23 Agustus untuk menaikkan suku bunga acuan pada 3,75 persen. Suku bunga BI baru dinaikkan lagi sejak Juni 2021.

Tekanan terhadap rupiah meningkat karena investor portofolio global menyesuaikan diri dengan likuiditas yang lebih ketat dan menyeimbangkan kembali eksposur mereka di  negara-negara berkembang, yang dianggap berisiko terhadap arus keluar modal yang cepat.

BI mencatat bahwa arus modal yang keluar dari Indonesia mencapai Rp 5,28 triliun pada tanggal 22 hingga 25 Agustus, sedangkan obligasi pemerintah non-residen telah terjual senilai Rp 124,42 triliun.

Baca juga: BI Diprediksi Bakal Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan

Derita rupiah tidak hanya oleh perbedaan suku bunga yang lebih sempit, tetapi juga dari kelanjutan penguatan dolar AS di pasar.

Hal itu karena sikap hawkish The Fed memicu aliran modal ke pasar keuangan AS yang diatur dengan baik dan sangat likuid, yang dianggap sebagai tempat berlindung yang aman oleh investor selama gejolak global.

Disinyalir greenback (dolar) AS naik hampir 20 persen terhadap sekeranjang mata uang utama, dibanding kursnya per Juli 2021. Begitu kuatnya dolar sehingga euro terdorong melandai ke paritas untuk pertama kalinya.

Pound Inggris, yen Jepang dan won Korea Selatan telah merugi dua digit terhadap dolar AS. Namun impaknya pada rupiah lebih ringan dibandingkan mata uang lainnya, meski laju depresiasi rupiah semakin cepat.

Rentang depresiasi terpantau 4,9 persen sepanjang tahun hingga Juli dan telah terdepresiasi 3,7 persen sejak April.

Situasi ini menjadi rumit tatkala transaksi berjalan Indonesia telah mencatat surplus selama tiga kuartal terakhir dan surplus transaksi berjalan biasanya memberikan sentimen positif terhadap rupiah.

Bila ditinjau secara historis, ledakan komoditas suatu negara biasanya disertai dengan apresiasi mata uangnya. Sebuah anomali yang nyata dengan fakta lapangan ketika Indonesia mengalami ekspor komoditas, rupiah terus melemah.

Jika BI tidak bertindak sementara The Fed melanjutkan kebijakan pengetatan pada paruh kedua tahun ini, rupiah akan mengalami tekanan dan aliran modal keluar akan meningkat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com