Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megaproyek 35 GW Dinilai Jadi Penyebab PLN Kelebihan Pasokan Listrik

Kompas.com - 23/09/2022, 20:30 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menilai megaproyek pembangkit listrik 35 gigawatt (GW) dalam periode 2015-2019, menjadi penyebab kelebihan kapasitas listrik atau over capacity yang terjadi di PT PLN (Persero).

Menurut dia, pada tahun tersebut, pemerintah terlalu optimis dengan permintaan listrik masyarakat. Pasalnya, di tahun 2014 masyarakat cenderung kesulitan dalam hal memperoleh listrik. Misalkan saja untuk keperluan industri, harus menunggu sekitar 1 tahun.

Over capacity ini kan terjadi karena perencanaan yang terlalu optimis terhadap permintaan listrik, sehingga dimulailah megaproyek 35 GW. Program tersebut direncanakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di tahun 2014, kondisi listrik kita masih sulit, dan orang kalau mau nambah listrik harus antre,” kata Fabby kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Baca juga: PLN: Konversi Elpiji ke Kompor Listrik Bisa Hemat Rp 8.000 Per Kg

Fabby mengatakan, untuk memudahkan masyarakat memperoleh listrik, pemerintah berinisiatif menjalankan megaproyek 35 GW. Di sisi lain, pemerintah juga menargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen. Dalam perhitungan, jika ingin ekonomi tumbuh 7 persen, maka pertumbuhan listriknya juga harus di atas 8 persen.

Sejak di tahun itu, PT PLN mulai melakukan tender dan kontrak untuk PLTU dengan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP). Beberapa negara juga turut andil seperti Jepang, China, dan Korea.

Ia mengatakan beberapa perusahaan itu juga bekerja sama dengan anak usaha PLN, dan perusahaan energi swasta di tanah air. Misalkan saja perusahaan milik Kakak Menteri BUMN Erick Thohir, Garibaldi Thohir (Boy Thohir) melalui PT Adaro Energy. Ada juga Barito Pacific Milik Konglomerat Prajogo Pangestu, serta perusahaan energi, Indika Group.

Baca juga: Resmi Jadi Holding, PLN Bentuk Subholding


Namun kata dia, seiring berjalannya program tersebut, kalangan akademisi juga sempat menyarankan adanya evaluasi target pembangunannya, karena pertumbuhan listrik tidak sesuai dengan rencana awal.

“Sudah berkali-kali diingatkan, tapi tidak dijalankan. Saya enggak tahu alasannya, tapi oleh manajemen PLN yang lama proyek 35 GW ini tetap dijalankan,” kata Fabby.

“Selama megaproyek 35 GW ini dijalankan, pertumbuhan ekonomi kita enggak pernah lebih dari 5 persen, begitu juga dengan pertumbuhan listriknya yang enggak pernah mencapai 8 persen seperti yang direncanakan,” tambahnya.

Baca juga: Stok Minim, Inden Mobil Listrik sampai Setahun

Di tahun 2020, pandemi Covid-19 merebak mendorong penguncian di seluruh dunia, dan mengurangi penggunaan energi karena mobilitas yang berkurang. Dalam kondisi force majeure atau keadaan darurat, PLN mau tidak mau melakukan negosiasi untuk menurunkan kapasitas listrik di independent power producer (IPP).

“Tahun lalu direnegosiasikan kontraknya mundur 1-2 tahun dengan alasan pandemi. Tapi menurut saya, kondisi pandemi itu force majeure, negosiasinya menurunakan capacity payment-nya. Mungkin sampai periode tertentu hingga demand-nya pulih lagi,” ungkap dia.

Singkat cerita, PLTU tersebut sudah selesai dan PLN tidak bisa menyalurkan karena permintaan listrik yang masih lemah. PLN terpaksa menanggung risiko yang tidak kecil, dengan sistem kontrak "Take or Pay" itu.

Baca juga: Konversi Kompor Elpiji Ke Kompor Listrik, Pengamat: Apa Kabar Program Jargas?

“Namanya Take or Pay ya pakai enggak pakai tetap bayar. Berapa yang dibayarkan? Tiap 1 GW mencapai Rp 3 triliun. PLN harus menanggung dan selama itu beban PLN akan tinggi, kecuali jika PLN bisa mengurangi pembangkit eksisting yang sudah tua,” ucapnya.

Dengan kondisi saat ini, PLN mencari cara dalam upaya meningkatkan penggunaan listrik di masyarakat. Maka munculah program konversi kompor elpiji ke kompor listrik atau kompor induksi. Walau demikian, konversi ini tidak sepenuhnya menjamin peningkatan kebutuhan listrik, karena tetap didasarkan pada penggunaan masyarakat.

“Dengan kompor induksi ini sebenarnya kita semua dapat keuntungan. Bisa mengatasi oversupply walaupun tidak semua, dan untuk pemerintah bisa mengurangi konsumsi elpiji tabung 3 kg, sehingga beban subsidi bisa berkurang,” ujar dia.

Baca juga: Konversi ke Kompor Listrik Dinilai Bebani Masyarakat, Ini Saran untuk Pemerintah

Di masyarakat, kompor induksi tentunya bisa lebih murah biaya listriknya jika pemerintah memberikan subsidi listrik. Menurutnya, konversi kompor epliji ke kompor listrik ini bukanlah semata-mata upaya mengalihkan beban PLN ke masyarakat, tapi ada kemudahan-kemudahan yang diberikan juga.

“Buat masyarakat kalau pakai kompor listrik tapi listriknya disubsidi ya biaya listriknya bisa lebih murah. Menurut saya, ini bukan (masalah) PLN yang dibebankan ke masyarakat. Kalau dibebankan, berarti tarif listrinya naik. Saya enggak setuju kalau ini disebut (mengalihkan) beban,” kata dia.

Baca juga: Pakai Kompor Listrik Bakal Lebih Hemat atau Boros Biaya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com