Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Resmi Larang Pembangunan PLTU Baru

Kompas.com - 24/09/2022, 15:29 WIB
Nur Jamal Shaid

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. Hal tersebut setelah terbitnya Peraturan Presiden No. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang diteken Presiden Joko Widodo.

Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana mengatakan terbitnya Perpres No 112 tahun 2022 menandai era pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan sekaligus pelarangan pembangunan PLTU baru.

Namun demikian, aturan tersebut tidak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang sudah berjalan.

"Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru, namun perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini," ujar Dadan dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sabtu (24/9/2022).

Baca juga: Jadwal Terbaru KA Lokal Indro-Sidoarjo Berlaku Mulai 28 September 2022

Menurut Dadan, pembangunan pembangkit saat ini dan masa mendatang akan mengarah ke green industry, secara ekonomi akan menjadi lebih baik, atau dalam jangka mikronya tidak akan mengurangi apa yang diperlukan sekarang.

"Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang," kata Dadan.

Berdasarkan Perpres 112 tahun 2022 bahwa pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan.

Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini atau bagi PLTU yang memenuhi persyaratan.

Baca juga: Inflasi Sri Lanka Melonjak jadi 70,2 Persen, Harga Pangan Meroket 84.6 Persen

Syarat pertama, terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.

Kedua, berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O21 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan.

“Ketiga, beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050,” ujarnya.

Penghentian dan pembangunan PLTU secara selektif merupakan salah satu program untuk memenuhi komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen di tahun 2030, atau bisa lebih tinggi dengan kerja sama dengan pihak internasional, serta mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.

Baca juga: LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S1, Ini Posisi dan Syaratnya

Terkait penentuan tarif yang ditentukan dalam Perpres berdasar pada nilai keekonomian. Prinsip yang berjalan sekarang, yaitu patokan BPP yang berlaku di wilayah tersebut.

Dadan mengungkapkan, Pemerintah berusaha mengkombinasikan seluruh sumber EBT supaya bisa dimanfaatkan di tanah air agar EBT menjadi sumber energi utama khususnya pembangkit listrik di dalam negeri.

Berangkat dari pemahaman ini, Perpres 112 tahun 2022 memang disusun dengan pendekatan nilai keekonomian per jenis pembangkit. Penentuan tarifnya dilakukan dengan memperhatikan masukan dari para stakeholder.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com