Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Kompor Listrik, Jargas, dan MyPertamina, Pengamat: BUMN Energi Tidak Terkoneksi dengan Baik

Kompas.com - 04/10/2022, 15:30 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi tidak terkoneksi dengan baik.

Menurut Bhima, hal ini terjadi antara perusahaan BUMN Energi seperti PGN, Pertamina dan PLN. Dia menilai, tidak adanya integrasi pada tiga perusahaan BUMN Energi tersebut terjadi karena kepentingan yang berbeda-beda antara PGN, Pertamina, dan PLN.

Kompor listrik ini ceritanya seperti MyPertamina, kenapa bisa? Kan Mypertamina projeknya Pertamina, dan kompor listrik projeknya PLN. Ada yang tidak ter-connect antara BUMN Energi kita, Pertamina, PGN, dan PLN,” ungkap Bhima di Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Baca juga: Begini Hitungan Tarif jika Pakai Kompor Listrik Vs Kompor Elpiji, Lebih Hemat atau Tidak?

Bhima mengungkapkan, kepenting PGN adalah melakukan transisi jaringan gas atau jargas. Sementara itu, Pertamina kepentingannya adalah mengurangi beban impor elpiji. Sementara itu, PLN punya kepentingan membuang oversupply listrik melalui program kompor listrik (yang dibatalkan).

“Kalau kompor listrik dibangun, proyek jargasnya PGN bagaimana nasibnya? Jadi antara BUMN tidak sinkron apalagi BUMN operational, Kementerian ESDM, dan juga Kementerian Keuangan tentunya terkait subsidi listrik dan subsidi elpiji juga,” lanjut dia.

Baca juga: Ada Uji Coba Pembatasan Pembelian Pertalite, Kendaraan Belum Terdaftar di MyPertamina Bisa Beli BBM?

Bhima mencontohkan, setelah dalam beberapa bulan terakhir PT Pertamina melakukan uji coba untuk pendaftaran MyPertamina untuk subsidi tepat sasaran, tapi nyatanya hal ini masih belum berjalan sebagaimana mestinya.

“Mypertamina, stikernya sudah dipasang di semua SPBU, tapi enggak jalan. Kita disuruh daftar buat apa, kalau enggak diimplementasikan, enggak ada pengaruhnya juga. Ini karena diskoneksi,” jelasnya.

Baca juga: Konversi Kompor Elpiji Ke Kompor Listrik, Pengamat: Apa Kabar Program Jargas?

Tidak ada penjelasan spesifik transisi batu bara

Bhima menegaskan, dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik tidak dijelaskan secara spesifik terkait dengan transisi batu bara.

Justru mempertegas bahwa hingga tahun 2050 Indonesia masih bergantung pada listrik, yang maha hulu-nya juga menggunakan batu bara.

“Kenapa kita masih malu melakukan face out atau melakukan transisi yang signifikan dari batu bara ke EBT, hari ini harga batu bara di level international sudah terkoreksi 12,8 persen hanya dalam waktu 1 bulan terakhir,” ungkap Bhima.

“Sepertinya pemerintah menginginkan agar permintaan batu bara dalam negeri bisa terjaga dengan tetap membangun pembangkit berbahan batu bara, saya kira exit strateginya tidak konsiten dengan transisi energi itu sendiri. Ini akan berdampak signifikan pada pembiayaan transisi energi ke depan,” tegas dia.

Baca juga: SKK Migas: Transisi Energi Harus Ditangani dengan Mempertimbangkan Ketersediaan Energi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com