Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kunny Izza Indah Afkarina
Researcher

Koordinator Program Demokrasi Energi di Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER)

Demokrasi Energi untuk Transisi Energi Berkeadilan

Kompas.com - 18/10/2022, 13:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Kunny Izza Indah A (Peneliti AEER) dan Pius Ginting (Koordinator AEER)

DEMI memitigasi perubahan iklim, transisi energi menjadi salah salah satu isu prioritas yang dibahas pada Presidensi G20 Indonesia 2022.

Indonesia harus dapat menggunakan momentum Presidensi G20 Indonesia 2022 untuk mempercepat transisi energi ke energi hijau.

Hal ini penting karena Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai target penurunan emisi pada 2030, yaitu penurunan emisi sebesar 29 persen usaha nasional dan 41 persen bantuan internasional.

Namun, transisi energi G20 berpotensi gagal membawa perubahan. Pada 2 September 2022 lalu, pertemuan tingkat menteri negara-negara G20 untuk transisi energi atau Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) hanya menghasilkan chair’s summary dan Bali Compact yang pelaksanaanya bersifat sukarela.

Jika kedua kesepakatan tersebut disepakati dalam KTT G20, tidak akan ada tanggung jawab apa pun dari negara-negara G20 untuk menjalankannya.

Bauran energi batu bara di Indonesia juga tidak berhenti menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun.

Pada 2022, jumlah bauran energi baru bara di Indonesia adalah 68,7 persen, naik dari 54,7 persen pada 2015. Sementara itu, jumlah bauran energi terbarukan masih berjumlah 12,8 persen pada 2022, turun dari 13 persen pada 2015.

Selain itu, kebijakan pengelolaan energi Indonesia yang sekarang masih tersentralisasi dengan sangat top-down sehingga sarat melibatkan partisipasi masyarakat sipil.

Karenanya, praktik pengelolaan energi di Indonesia masih tidak demokratis, seperti energi yang tidak terdistribusi secara merata dan pengelolaan energi yang justru merugikan masyarakat lokal secara sepihak.

Contohnya, ketimpangan akses akan listrik dan rusaknya ekonomi masyarakat lokal di Kalimantan Timur.

Padahal, pemerintah mendorong konsep transisi energi yang berkeadilan dalam pelaksanaan transisi energi G20.

Karena itu, transisi energi G20 perlu dipastikan berjalan secara berkeadilan dengan menggunakan konsep demokrasi energi.

Demokrasi energi adalah konsep gerakan sosial yang mengadvokasikan transisi energi terbarukan dengan menolak agenda energi yang didominasi bahan bakar fosil dan mengklaim kembali akses energi secara demokratis.

Konsep demokrasi energi bertujuan menghargai otonomi masyarakat lokal atas sumber daya dan pengelolaan energi, pengambilan keputusan yang demokratis, menolak berbagai bentuk ketidakadilan lingkungan, dan mempromosikan transisi energi yang adil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com