KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan UOB
UOB Indonesia

UOB Indonesia didirikan pada tanggal 31 Agustus 1956 dengan nama PT Bank Buana Indonesia. Pada bulan Mei 2011, berganti nama menjadi PT Bank UOB Indonesia.

Jaringan layanan UOB Indonesia mencakup 41 kantor cabang, 168 kantor cabang pembantu dan 191 ATM yang tersebar di 54 kota di 18 provinsi. Layanan UOB Indonesia juga dapat dinikmati melalui jaringan ATM regional UOB, ATM Prima, ATM bersama serta jaringan VISA.

UOB Indonesia dikenal sebagai Bank dengan fokus pada layanan Usaha Kecil Menengah (UKM), layanan kepada nasabah retail, serta mengembangkan bisnis consumer dan corporate banking melalui layanan tresuri dan cash management.

Selain itu, UOB Indonesia juga mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia melalui sejumlah inisiatif, seperti U-Energy, U-Drive, dan U-Solar.

Reformasi Sektor Kesehatan Penting bagi Indonesia untuk Lebih Kuat

Kompas.com - 19/10/2022, 17:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Enrico Tanuwidjaja, Ekonom UOB Indonesia

PANDEMI Covid-19 terjadi sebagai kejutan sistemik dalam sistem perawatan kesehatan tingkat global. Bagi pemerintah Indonesia, pandemi menjadi pengingat untuk memulai reformasi sektor kesehatan. Kekurangan kebutuhan medis, seperti alat pelindung diri (APD), pasokan oksigen, obat-obatan, dan kelangkaan tempat tidur di rumah sakit, perlu menjadi sorotan khusus.

Seiring dengan upaya pemerintah Indonesia dalam memulihkan perekonomian pascapandemi, perlu ada perbaikan dalam sistem perawatan kesehatan di Indonesia saat ini. Perbaikan ini meliputi strategi pengendalian biaya, peningkatan kemampuan manufaktur domestik, serta upaya menarik investasi asing langsung yang sangat diperlukan.

Perbaikan sistem perawatan kesehatan untuk memadukan strategi pengendalian biaya

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan diluncurkan pada 2014 patut diapresiasi. Program in merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas kesehatan dan mengatasi biaya kesehatan yang terus meningkat.

JKN dinilai telah berhasil meningkatkan aksesibilitas. Akan tetapi, program ini belum sukses mengendalikan biaya kesehatan. Dengan demikian, pemerintah kemungkinan akan menyerap sebagian besar kenaikan harga dan memberikan beban yang terlalu besar pada pengeluaran fiskal.

Untuk mencapai tujuan pengendalian biaya secara efektif, pemerintah dapat mulai menangani masalah dalam layanan kesehatan dan obat-obatan dengan menerapkan dua strategi.

Pertama, pemerintah bisa memberi dukungan pembiayaan awal untuk obat-obatan terapeutik tradisional yang memiliki kandungan domestik tinggi. Kedua, meningkatkan pendanaan beasiswa bagi mahasiswa yang tengah menjalani pendidikan di bidang layanan kesehatan dan medis.

Fokus dalam meningkatkan kapasitas manufaktur produk kesehatan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai persentase pengeluaran input produk farmasi, sekitar 14,1 persen kegiatan pengolahan obat di Indonesia menggunakan bahan baku kimia impor. Kemudian, 92 persen alat kesehatan di Indonesia merupakan barang impor, seperti pinset, gunting dan alat-alat bedah lain serta alat kesehatan berteknologi tinggi, seperti laser, alat radiologi, dan peralatan diagnostik lain.

Pasokan impor alat kesehatan Indonesia masih bergantung dari beberapa negara, terutama China, Amerika Serikat (AS), dan Jerman. China secara konsisten menyumbang lebih dari 20 persen impor untuk masing-masing subindustri tersebut.

Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pada bidang penyediaan fasilitas perawatan medis dan obat-obatan yang memadai, termasuk antibiotik. Selama pandemi, rumah sakit dan puskesmas mengalami kelangkaan peralatan medis, terutama masker, ventilator, serta lonjakan harga obat akibat permintaan yang tinggi.

Data hingga 2021 menunjukkan bahwa 90 persen bahan yang digunakan di sektor manufaktur farmasi Indonesia diimpor. Kondisi ini mendorong kenaikan harga obat, terutama pada periode permintaan global yang sedang tinggi dan depresiasi mata uang. Dengan demikian, Indonesia perlu melakukan diversifikasi sumber pasokan alat kesehatan dan bahan baku obat.

Langkah tepat lain untuk mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan dan farmasi adalah penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Inpres ini dikeluarkan untuk meningkatkan kemudahan dan transparansi perizinan dan persetujuan.

Melalui beleid tersebut, pemerintah Indonesia menargetkan setidaknya 25 persen dari semua alat kesehatan dapat diproduksi di dalam negeri pada 2030. Sejauh ini, Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab) melaporkan telah menerima peningkatan keanggotaan dari 6 menjadi 250 perusahaan yang fokus memproduksi APD.

Pemerintah juga optimistis bisa mengurangi ekspor bahan baku farmasi dari 95 persen menjadi 75 persen dalam kurun waktu empat tahun ke depan. Langkah yang diambil pemerintah adalah meningkatkan kebutuhan kandungan dalam negeri atau tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk farmasi. Pemerintah juga menggelontorkan investasi secara signifikan di pabrik-pabrik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memanfaatkan kekayaan alam Indonesia dalam bentuk bahan herbal dan petrokimia.

Akan tetapi, berdasarkan data International Trade Center (ITC), akses Indonesia terhadap perdagangan farmasi, bahkan dalam hal akses impor, masih rendah. Oleh karena itu, Indonesia perlu memiliki insentif dan rencana aksi yang baik untuk meningkatkan kapasitas manufaktur darat dari bahan kimia penting serta manufaktur farmasi.

Menarik peluang investasi asing ke sektor kesehatan

Data menunjukkan bahwa hingga 2020, rasio dokter di Indonesia hanya 0,2 per 1.000 penduduk. Angka ini berada di bawah rekomendasi rasio dokter per penduduk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 1:1.000. Selain itu, rasio tempat tidur di rumah sakit Indonesia hanya 1,2:1.000.

Jika dibandingkan negara Asia Tenggara lain, pasokan tempat tidur rumah sakit dan dokter per kapita Indonesia berada di posisi terendah. Padahal, permintaan terus mengalami peningkatan seiring pertumbuhan penduduk yang mengikuti program JKN di kota-kota besar.

Kondisi tersebut sebenarnya merupakan peluang untuk menarik investor asing dalam mengisi kesenjangan. Menurut hemat kami, hal ini merupakan sebuah kebutuhan mendesak yang dapat mereformasi sektor perawatan kesehatan.

Untuk menarik modal asing, undang-undang dan peraturan seputar investasi asing ke sektor kesehatan juga perlu dibenahi. Misalnya, Indonesia perlu memiliki kerangka hukum yang kuat untuk melindungi hak kekayaan intelektual bagi perusahaan farmasi asing untuk berkiprah di Tanah Air.

Secara keseluruhan, Indonesia memerlukan reformasi layanan kesehatan dan farmasi yang komprehensif. Upaya ini bertujuan untuk membangun perekonomian yang lebih tangguh dan bisa menghadapi tantangan yang lebih kompleks di masa depan.

Reformasi sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri pada produk farmasi utama. Indonesia membutuhkan fasilitas manufaktur hulu yang dapat menghasilkan bahan baku kimia yang diperlukan untuk memproduksi antibiotik dalam waktu yang relatif lebih singkat.

Kemudian, Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi asing dalam bidang kesehatan dengan tidak hanya meningkatkan daftar investasi yang diizinkan, tetapi juga dengan menawarkan lebih banyak insentif, keringanan pajak, serta tunjangan fiskal lain. Insentif ini dapat menarik modal asing yang sangat dibutuhkan agar masuk.

Sektor kesehatan Indonesia akan mengalami pertumbuhan yang solid seiring peningkatan kebutuhan layanan kesehatan di masa depan. Terlebih, jumlah populasi Indonesia merupakan yang terbesar keempat di dunia dan kelas menengah terus mengalami peningkatan.

Dengan reformasi di bidang kesehatan, Indonesia akan mampu membangun perekonomian yang lebih kuat di masa depan dan niscaya mampu mencapai potensinya sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia dalam waktu mendatang.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com