JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang ketiga kalinya di tahun ini akan berefek ke perekonomian sehingga dampaknya akan dirasakan konsumen dalam negeri.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan suku bunga acuan kali ini dapat menurunkan tingkat belanja konsumen.
"Bagi konsumen didalam negeri dampak naiknya suku bunga acuan yang continue akan menurunkan tingkat belanja," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2022).
Baca juga: Kenaikan Suku Bunga BI Hambat Pertumbuhan Ekonomi? Ekonom: Tidak Bersifat Segera
Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan direspons perbankan dengan menaikkan suku bunga deposit dan kredit sehingga konsumen akan menahan untuk mengambil kredit di perbankan.
Kemudian untuk konsumen yang sudah terlanjur mengambil KPR juga akan bertambah pengeluarannya karena bunga floating KPR akan naik sehingga porsi untuk mereka membelanjakan uangnya akan berkurang.
Bhima bilang, sektor kredit yang paling akan terasa dampaknya ialah kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) karena menurunnya permintaan dari masyarakat.
Selain itu, efek negatif kenaikan suku bunga acuan juga akan dirasakan oleh pelaku usaha karena bunga pinjaman usaha juga ikut mengalami kenaikan.
Baca juga: Bos BI Sebut Kenaikan Suku Bunga The Fed Bisa Berlanjut Tahun Depan
Hal ini membuat pelaku usaha menjadi melambat untuk melakukan ekspansi usaha karena menahan untuk mengambil pinjaman dari perbankan.
"Suku bunga pinjaman bank atau suku bunga dasar kredit (SBDK) mulai terpantau meningkat sehingga pelaku usaha harus atur strategi dalam membayar bunga dan cicilan pinjaman modal kerja," jelasnya.
Dampak kepada konsumen dan pelaku usaha ini akan mempengaruhi permintaan pasar sehingga akan menurunkan inflasi inti karena permintaan atau demand melemah.
"Tapi sebenarnya PR utama adalah mengendalikan cost push inflation atau sisi penawaran lewat intervensi pemerintah di pangan dan energi. Selama cost push masih terjadi naiknya bunga acuan tidak serta merta turunkan inflasi umum," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, BI melaporkan suku bunga perbankan baik bunga deposito maupun kredit saat ini sudah naik menyesuaikan kenaikan suku bunga acuan BI pada Agustus dan September lalu sebesar total 75 basis poin (bps). Saat ini suku bunga BI jadi 4,7 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, meski demikian, kenaikan suku bunga perbankan tersebut masih terbatas. Pasalnya, likuiditas perbankan masih longgar sehingga memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga deposito dan kredit.
"Kenaikan suku bunga kebijakan mendorong peningkatan suku bunga pasar uang, di tengah kenaikan suku bunga perbankan yang masih terbatas," ujarnya saat konferensi pers, Kamis (20/10/2022).
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menambahkan, transmisi dari kebijakan peningkatan suku bunga acuan BI ke perbankan masih belum terjadi secara penuh.
Hal ini terlihat dari rata-rata kenaikan suku bunga kredit sebesar 2 bps setara 0,02 persen dan suku bunga deposit 10 bps atau setara 0,10 persen.
"Artinya perbankan pun dalam posisi memang ingin mendorong pertumbuhan, terlihat dari kredit perbankan yang tumbuh pesat di September sekitar 11 persen," kata Destry pada kesempatan yang sama.
Baca juga: BI 3 Kali Naikkan Suku Bunga, Kadin Ingatkan Bisa Beri Sentimen Negatif ke Ekonomi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.