Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dedy Dahlan
Passion Coach

Passion coach yang juga penulis best seller dari buku Broken, Lakukan Dengan Hati, Ini Cara Gue, dan Passion!–Ubah Hobi Jadi Duit. Gaya penulisan dan gaya panggungnya jenaka, nyeleneh, blakblakan, kreatif, dengan materi praktikal. Biasa dipanggil Coach D, ia adalah anggota dan coach tersertifikasi dari ICF (International Coach Federation), yang memusatkan diri pada pengembangan passion dan profesi.
Instagram dan Twitter @dedydahlan
YouTube Dedy Dahlan

Terlalu Tua untuk "Passion"?

Kompas.com - 25/10/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WAKTU pertama kali berniat berangkat dalam road trip 18 hari, saya sempat bertanya- tanya pada diri sendiri, di depan cermin yang setia menemani saya sejak lulus kuliah dulu.

"Apa gue enggak ketuaan ya buat nge-road trip kayak gini? Jiaahhh, pake vlogging segala lagi, berasa anak muda banget sih Ded?”

Saya lihat-lihat di kaca, memang rasanya saya sudah banyak kemajuan sejak masa muda dulu. Terutama jarum timbangan saya yang udah maju jauh ke kanan, dan perut saya yang sedikit lebih maju ke depan.

Memang, ada tiga jenis orang di dunia. Orang pertama yang selalu enggak mengejar passion-nya karena merasa masih terlalu muda, orang kedua yang enggak mengejar passion-nya karena merasa terlambat alias terlalu tua, dan orang ketiga yang sibuk beralasan kalau dia, well, terlalu sibuk.

Ini bikin saya jadi bertanya, “Emang ada ya? Batas waktu buat ngejer passion dan ngelakuin passion project? Kalau lewat, bakal ditangkep ‘passion police’ gitu?

Baca juga: Menggarap Proyek Passion demi Kesehatan Mental

Perjalanan hari ke 3- 4 saya di Semarang menjawab pertanyaan ini.

Di Semarang, saya menuju ke suatu tempat baru yang lagi populer, sebuah cafe yang Bernama Kopi Blirik, untuk bertemu dengan pemiliknya, Bu Nurul Fajriyah dan Pak Djony Heru.

Kenapa khusus ke sana kata Anda?

Well, karena kedua pemilik cafe/ resto SUPER KREATIF, atau yang suka mereka sebut warung kopi ini bukan anak muda atau pengusaha yang sudah berpengalaman seperti umumnya, tapi karena mereka adalah pengusaha pertama kalinya dalam bidang kuliner, malah dalam usia jelang pensiun!

“Abis pensiun ngapain?” pikir Bu Nurul pada Pak Djony. “Nanem pohon duren, nanti di antara masa panennya gimana?”

Di sinilah muncul ide untuk mengikuti passion project yang dari dulu ingin digarap pak Djony. Kuliner. Tapi bukan kulineran biasa, tapi ngopi, dan bukan ngopi biasa, tapi ngopi di tengah sawah!

Tetapi karena kedua pemilik ini belum pernah bikin cafe sebelumnya, Bu Nurul, nekat untuk magang, kayak anak mahasiswa atau bahkan anak SMA yang baru belajar kerja, demi diam-diam nyolong ilmu bisnis kuliner dari ‘warung’ lainnya.

Dan sejak berdirinya di tahun 2020, Kopi Blirik sukses besar jadi tujuan wisata orang-orang di Semarang, atau turis yang datang ke Semarang.

Tonton video saya di bawah untuk melihat obrolan saya bersama Ibu Nurul langsung di lokasi Kopi Blirik, sambil kulineran di Semarang!

Di Semarang, saya bukan cuma mampir ke Kopi Blirik, tapi juga ke Warung Ndeso D’Kambodja milik Ibu Anne Avantie.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com