Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdy Hasiman
Peneliti

Peneliti di Alpha Research Database. Menulis Buku Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara, Gramedia 2019. dan Monster Tambang, JPIC-OFM 2013.

Vale Indonesia dan Komitmen Bangun Sektor Pertambangan

Kompas.com - 31/10/2022, 11:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBANGUNAN sektor pertambangan negeri ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pengusaha domestik, perusahaan milik negara (BUMN) saja, tetapi juga perusahaan asing, seperti perusahaan tambang asing yang bergerak di sektor nikel, PT Vale Indonesia (Vale) ataupun perusahaan tembang tembaga dan emas yang menambang di Grasberg, Papua, PT Freeport Indonesia.

Kontribusi mereka untuk negara ini besar, mulai dari pajak, royalti, pembangunan masyarakat dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) dan tanggung jawab sosial lainnya.

Pemahaman tentang hal ini penting agar kita tidak jatuh dalam pandangan nasionalisme sempit tentang sektor pertambangan. Seolah-olah sumber daya alam (SDA), seperti nikel, tembaga, bauksit ataupun emas, akan lebih bermanfaat bagi rakyat jika dikelolah pengusaha domestik, perusahaan milik daerah atau BUMN (badan usaha milik negara).

Baca juga: Apakah Kebijakan Divestasi Perusahaan Tambang Asing Sudah Tepat?

Perusahaan domestik banyak juga yang nakal, tak tertib membayar pajak dan royalti, perhatian terhadap masyarakat dan lingkungan hidup sangat lemah. Mereka kerap tak mengindahkan kaidah-kaidah best mining practice, sehingga merusak hutan dan kehidupan warga di sekitar lingkar tambang.

Yang saya cermati, banyak perusahaan-perusahaan tambang asing memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Mereka tertib membayar pajak dan royalti. Itu bisa dibuktikan dari tak adanya kasus penunggak pajak dari beberapa perusahaan asing di sektor tambang yang besar.

Investasi perusahaan-perusahaan asing untuk membangunan perekonomian negeri ini terhitung besar. PT Freeport Indonesia yang mengolah tembaga dan emas di pertambangan underground, Grasberg misalnya harus mengeluarkan dana senilai 20 miliar dollar AS atau setara Rp 311,8 triliun untuk menambang di pertambangan bawah tanah.

Begitu pun untuk pembangunan smelter tembaga di Gresik dengan kapasitas di atas 2 juta ton membutuhkan dana sebesar Rp 30 triliun.

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan saya ulas dalam tulisan ini, memiliki kontribusi besar untuk pembangunan negeri ini. Investasi yang sangat besar membuat denyut nadi ekonomi daerah dan nasional bergerak.

Freeport misalnya, turut menyumbang 91 persen untuk PDRB kabupaten Mimika, Papua dan 34 persen untuk PDRB provinsi Papua. Ini mau menunjukan betapa besar kontribusi perusahaan tambang asing terhadap pembangunan negeri ini.

Fakta-fakta itu harus diangkat ke permukaan agar kita bisa melihat dengan adil eksistensi perusahaan-perusahaan tambang asing. Eksistensi mereka bukan hanya mengeksplorasi SDA daerah, tetapi juga memiliki manfaat besar bagi pembangunan daerah dan negara.

Jika kita sudah memahami bagaimana perusahaan tambang asing beroperasi, bagaimana mereka membayar pajak ke negara dan bagaimana komitmen mereka terhadap masyarakat lingkar tambang dan lingkungan hidup, kita mestinya tak tergoda untuk mendesak pemerintah wajib menasionalisasi ataupun mengambil-alih 100 persen konsensi tambang yang dikendalikan perusahaan asing.

Hal itu sudah di atur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dalam UU Minerba, kepemilikan asing dalam pertambangan nasional hanya 49 persen saja, sementara 51 persen harus dikendalikan nasional baik BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta nasional.

Baca juga: Arahan Presiden, Perusahaan Tambang Asing Wajib Divestasi 51 Persen

Dengan demikian, desakan menasionalisasi tambang yang dimiliki INCO di Sorowako (Sulawesi Selatan), Morowali (Sulawesi Tengah) dan Pomala (Sulawesi Tenggara) sebagaimana yang dituntut para gubernur di tiga provinsi itu tak perlu dipenuhi pemerintah pusat. Pertanyaannya adalah mengapa tak perlu dipenuhi?

Komitmen Vale

Vale Indonesia merupakan perusahaan tambang nikel yang dimiliki asing dan beroperasi di Sulawesi sejak tahun 1967, atau pada zaman pemerintahan Orde Baru. Konsensi Vale menyebar di Sorowako (Sulawesi Selatan) seluas 70.566 hektar, Bahodopi Morowali (Sulawesi Tengah) sebesar 22.699 hektar dan Pomala seluas 24.752 hektar.

Secara keseluruhan luas konsensi Vale mencapai 118.000 hektar. Sejak tahun 1970-an, perusahaan ini sudah mulai membangun pabrik smelter feronikel dengan kapasitas sebesar 67.000 matrik ton sampai 72.000 metrik ton per tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com