JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko bersama-sama konvoi mengendarai motor listrik di acara Electric Vehicle "FUNDAY" di Jakarta, Minggu (20/11/2022).
Acara ini merupakan bagian dari sosialisasi penggunaan motor listrik kepada masyarakat yang akan dilaksanakan dalam 4 minggu ke depan bersamaan dengan kegiatan Car Free Day (CFD). Dalam kesempatan itu, Arifin mengatakan, pihaknya terus mendorong program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk mewujudkan penggunaan energi yang lebih bersih.
“Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan melaksanakan program konversi sejak satu tahun yang lalu yang diinisiasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kemudian, kita coba kegiatan ini," kata Menteri ESDM Arifin dalam keterangan pers.
Baca juga: Update Tarif Listrik Per kWh 2022, Cek Beda Listrik Subsidi dan Non-subsidi
Menurut Arifin, pertumbuhan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat cenderung terus meningkat. Hal ini akan berdampak pada konsumsi BBM yang meningkat. Salah satu upaya untuk menekan konsumsi BBM tersebut adalah dengan meningkatkan kendaraan listrik.
"Pertumbuhan kendaraan berbahan bakar BBM kecenderungannya naik terus, informasi dari Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas), total kendaraan roda dua berbahan bakar BBM itu ada 120 juta unit dan itu kencenderungannya naik terus 4-5 persen per tahun serta mobil BBM ada 20 juta lebih yang kecenderungannya juga naik terus," sambung Arifin.
Namun demikian, kebutuhan BBM tidak berbanding lurus dengan lifting migas nasional. Arifin mengatakan, turunnya lifting migas disebabkan karena sumur yang sudah tua, sehingga opsi pemerintah adalah impor BBM.
“Berbeda dengan kebutuhan BBM yang mengalami peningkatan, lifting migas nasional justru terus mengalami penurunan karena memang usia sumur yang sudah tua. Sementara permintaan BBM-nya semakin tinggi. Maka impor kita makin banyak, subsidi makin besar," jelas Arifin.
Arifin mengatakan, program konversi kendaraan listrik yang dilakukan Kementerian ESDM memiliki beberapa keuntungan, baik dari sisi biaya bahan bakar dan pergantian oli maupun emisi karbondioksida (CO2).
Dia merinci, hasil percobaan konversi motor listrik di atas 10 tahun jika menggunakan bahan bakar BBM untuk 30 KM akan menghabiskan BBM 1 liter. Misalnya, Pertalite dengan harga Rp 10.000, tetapi jika diganti dengan motor listrik hanya memerlukan daya listrik 1 Kilo Watt yang harganya Rp 1.600.
“Selain itu juga motor BBM setiap tahun harus ganti oli itu kurang lebih Rp 2-2,5 juta pertahun, dengan motor listrik hal itu tidak ada lagi," ungkap Arifin.
Selain penghematan, keuntungan lain adalah penurunan emisi CO2 yang sejalan dengan target net zero emission (NZE) pada tahun 2060.
"Jika 140 juta unit seluruh kendaraannya diganti dengan listrik, maka kita dapat mengurangi emisi 100 juta ton CO2 tiap tahun. Target kita 2060 emisi kita bisa nol, kita bisa pakai semua potensi energi baru yang ada di seluruh Indonesia," ujar Arifin.
Arifin menyakini program motor listrik ini akan menimbulkan efek berganda di sektor lainnya, seperti manufaktur hingga pertumbuhan bengkel-bengkel motor listrik.
"Saya yakin, kalau kegiatan ini bisa jalan, kegiatan ekonomi juga akan meningkat, mulai dari bengkel, manufacturing pabrik-pabrik yang membuat komponen motor listrik akan bergerak semua dan ini produksi Indonesia," tegas Arifin.
Pada kesempatan yang sama, Budi Karya Sumadi mangatakan menggunakan kendaraan listrik karena hal tersebut merupakan suatu keharusan dan bukan sebuah pilihan. Menurut dia, salah satu faktor pendorong bagi masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik adalah bahan bakar yang ramah lingkungan.