Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal E-commerce Jadi Pemungut Pajak UMKM, Ditjen Pajak: Kami Masih Pertimbangkan

Kompas.com - 29/11/2022, 08:39 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan, pemerintah tidak akan terburu-buru merilis ketentuan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemotong atau pemungut pajak.

Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan, hal ini lantaran masih banyak aspek yang perlu dipertimbangkan pemerintah sebelum merilis aturan tersebut.

Pasalnya, pemerintah masih mempertimbangkan kondisi ekonomi yang masih dalam proses pemulihan dari pandemi Covid-19, kesiapan infrastruktur, serta tarif dan administrasi yang mudah.

Baca juga: Ditjen Pajak Kaji Rencana Penunjukan Tokopedia dkk Jadi Pemungut Pajak

"Belum kami terapkan ya. Artinya, kami masih pertimbangkan juga arahan dari pimpinan, bagaimana cara kita nantinya (memungut pajak), ya tugas kami hanya memfasilitasi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/11/2022).

Di sisi lain, pihaknya juga akan melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak untuk menyampaikan keinginan pemerintah dengan membuat negara lebih maju dengan memformalkan UMKM.

Selain itu, DJP juga akan memikirkan proses administrasi yang mudah dan sederhana. Sebab, selama ini kendala UMKM dalam membayar pajak ialah minimnya kemampuan mereka dalam hal administrasi.

Dia menambahkan, pemerintah juga ingin UMKM lebih maju sehingga pemerintah memiliki tugas untuk memfasilitasi UMKM agar mereka terus tumbuh.

Namun, menurut dia, sosialisasi pajak UMKM online ini dinilai masih di lingkup internal pemerintah atau belum menyasar ke pengusaha sehingga ketentuan tersebut hingga kini masih sekadar wacana.

Selain itu, lokasi tempat penjual saat menjual barang dagangannya melalui e-commerce tidak menentu sehingga ini menjadi salah satu tantangan dalam pemungutan pajak UMKM.

"Karena bagaimana kita memajaki orang yang kita tidak pernah lihat ada usahanya, umpamanya seperti itu," kata Bonarsius.

Baca juga: Pemerintah Sudah Kantongi Rp 339 Miliar dari Pajak Kripto dan Fintech P2P Lending

UMKM tidak setuju marketplace jadi pemungut pajak

Riset DDTC Fiscal Research & Advisory (FRA) menemukan, sebanyak 49,35 persen pelaku UMKM tidak setuju jika marketplace menjadi pemotong dan pemungut pajak. Pelaku UMKM online lebih nyaman apabila pajak yang terutang dapat dihitung dan dibayarkan sendiri kepada otoritas pajak.

Selain itu, DDTC FRA juga menemukan bahwa penunjukkan platform e-commerce sebagai pemungut pajak UMKM online dapat menurunkan partisipasi UMKM berjualan online sebanyak 26 persen.

Hal itu disebabkan oleh adanya kecenderungan pelaku UMKM bermigrasi ke platform penjualan lainnya seperti media sosial dan toko fisik. Ini juga dapat membuat UMKM kembali ke dalam ekosistem shadow economy atau ekonomi informal. Jika demikian, basis pajak UMKM justru akan menurun.

DDTC FRA menilai, pertama-tama DJP harus mempertimbangkan pelaksanaan penyerahan rekapitulasi data transaksi UMKM oleh marketplace. Dalam tahap ini DJP perlu secara terbuka dan masif mengumumkan dan mensosialisasikan rencana pelaksanaan rekapitulasi data kepada pelaku UMKM.

Selain itu, sehubungan dengan rencana pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), DJP juga dinilai perlu meminta persetujuan kepada pelaku UMKM untuk merekapitulasi data tersebut dan menyerahkannya kepada DJP serta mitranya, dalam hal ini platform e-commerce.

Selanjutnya, DJP juga perlu melakukan evaluasi pelaksanaan hasil rekapitulasi data, termasuk merumuskan aturan teknis, sinkronisasi data, dan lain-lain. Di tahap ini pemerintah juga dapat memulai merumuskan aturan mengenai pemotongan perpajakan melalui marketplace dan juga memetakan kebutuhan infrastruktur teknologi yang dibutuhkan agar pelaksanaan potong pungut berjalan lancar.

Terakhir, pemerintah dapat memulai sosialisasi dan implementasi sistem pemotongan dan pemungutan pajak. Dalam perhitungan DDTC FRA, tiga tahapan ini minimal membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga tahun.

Namun, ini pun dengan catatan perlunya evaluasi partisipasi dan kepatuhan pelaku UMKM secara berkala untuk melihat keefektifan sistem pemotongan dan pemungutan pajak.

Baca juga: Sri Mulyani Heran, Ada Badai PHK, Padahal Setoran Pajak Naik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com