Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahju Rohmanti
Praktisi Asuransi, Investasi, dan Ekonomi Syariah

Advisor Asuransi, Dewan Pengawas Syariah, anggota Kumpulan Penulis Keuangan dan Asuransi (KUPASI)

Masih Layakkah RBC untuk Mengukur Kesehatan Perusahaan Asuransi?

Kompas.com - 05/12/2022, 09:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SECARA umum perusahaan asuransi dikatakan sehat apabila tidak pernah sekalipun mengalami gagal bayar klaim, tepat waktu dan tepat jumlah dalam memenuhi seluruh kewajiban, senantiasa menjaga asset liability matching.

Kondisi aset dengan liabilitas inilah yang harusnya jadi ukuran kesehatan keuangan perusahaan asuransi.

Perusahaan asuransi yang mengalami masalah keuangan terus terjadi secara beruntun. Terakhir dialami Asuransi Jasindo yang mengalami negatif Risk Based Capital (RBC) selama dua tahun berturut-turut dan kabarnya terpaksa harus melakukan efisiensi melalui PHK.

Dugaan penyebab masalah keuangan beberapa perusahaan asuransi mengerucut pada dua hal, yaitu kesalahaan pengelolaan aset investasi dan atau ketidakcukupan modal yang menurunkan rasio kesehatan keuangan.

Berawal dari insolven, tidak likuid kemudian terjadi negatif cashflow yang ujungnya terjadi gagal bayar.

Ukuran kesehatan bank telah begitu lengkap, yaitu dengan metode CAMEL di mana di dalamnya ada rasio CAR atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) untuk mengukur kecukupan modal. Bahkan CAMEL telah diperluas menjadi RGEC, yaitu mengukur Risk, Governance, Earning dan Capital.

Sementara ukuran kesehatan perusahaan asuransi masih bertahan dengan metode RBC. Memang telah ada beberapa perubahan, namun sifatnya hanya responsif karena adanya tuntutan kebutuhan pasar dan kasus-kasus yang terjadi.

Regulasi kesehatan keuangan perusahaan asuransi

Sejarah pengukuran kesehatan keuangan untuk perusahaan asuransi awalnya hanya memakai rasio solvabilitas dan likuiditas layaknya perusahaan perseroan biasa.

Hingga pada 1999, Bapepam LK mengenalkan metode penghitungan rasio solvabilitas dengan menggunakan metode RBC.

Penggunaan RBC kemudian mulai sepenuhnya diterapkan pada 2012 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.10/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. PMK ini juga merupakan regulasi awal yang mengatur tentang aset yang diperkenankan (AYD).

RBC merupakan metode mengukur Solvabilitas atau kemampuan perusahaan asuransi dalam memenuhi semua kewajibannya dengan mempertimbangkan ukuran dan profil risiko yang dikelolanya.

Dalam PMK No. 53 tersebut ditetapkan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi di Indonesia wajib memiliki tingkat solvabilitas metode RBC minimal 120 persen. Artinya, perusahaan asuransi wajib punya aset bebas dari risiko minimal 20 persen di atas total liabilitasnya.

Pada era OJK, regulasi tentang RBC kemudian dilengkapi dengan aturan valuasi AYD berbasis risiko, yaitu Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR), melalui POJK Nomor 71/POJK.05/2016, dengan angka minimum RBC masih sama, yaitu sebesar 120 persen. MMBR adalah modal minimal untuk mengantisipasi risiko.

Pada 2017, OJK kemudian menerbitkan SEOJK No. 24/SEOJK.05/2017 sebagai juklak atau Pedoman dalam menghitung MMBR.

Selanjutnya pada 2018, untuk mengakomodir penerbitan instrumen investasi finansial baru, yaitu Obligasi Daerah dan DINFRA KIK, OJK menerbitkan POJK 27/POJK.05/2018 yang merupakan perubahan POJK No 71/POJK.05/2016 di atas.

Sebagai respons dari beberapa kasus gagal bayar perusahaan asuransi besar, pada 2020 OJK menerbitkan setidaknya dua regulasi untuk memperbaiki ukuran kesehatan keuangan LJKNB (perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan), yaitu POJK 28/POJK.05/2020 tentang Penilaian Kesehatan Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB) dan POJK. 44/POJK.05/2020 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB).

Di POJK No. 28, OJK mewajibkan LJKNB melakukan dan melaporkan hasil self assessment terhadap tingkat kesehatan meliputi tata kelola perusahaan yang baik, profil risiko, rentabilitas, dan permodalan atau pendanaan, yang disimpulkan dalam peringkat komposit.

Self assessment tersebut kemudian dibandingkan dengan penilaian kesehatan keuangan yang dilakukan oleh OJK, dan bila terjadi selisih maka yang diakui adalah hasil penilaian OJK.

Sedangkan POJK No. 44 diterbitkan sebagai respons atas meningkatnya risiko dan kompleksitas risiko yang dihadapi LJKNB yang tidak hanya berasal dari internal, namun juga dari risiko yang berasal dari pihak-pihak dalam ekosistem industri.

Isi dari POJK No. 44 secara ringkas adalah mewajibkan LKJNB menambah keefektifan pengawasan serta pelaksanaan manajemen risiko perusahaan. Tidak hanya pada jumlah infrastruktur dan regulasi, namun juga pada kompetensi individu-individu pelaksana dan pengawas manajemen risiko dari Divisi Manajemen Risiko, Dewan Direksi hingga organ Dewan Komisaris dan Komite-Komite.

Terakhir, pada Oktober 2022, OJK mengeluarkan Rancangan POJK untuk memperbarui POJK 71 sebagai respons dan upaya OJK agar kasus-kasus gagal bayar klaim, miss management pengelolaan investasi dan praktik misselling di industri asuransi tidak terjadi lagi.

Regulasi baru ini disebut sebagai Tiga Lapis Pertahanan alias Three Line Of Defense yang nantinya diharapkan dapat memperkuat ketahanan sektor perasuransian.

Three lines defense baris pertama dan kedua adalah dari perusahaan asuransi sendiri. Baris pertama penguatan SDM, governance dan risk management.

Baris kedua adalah penguatan para lembaga penunjang, salah satunya asosiasi. Sedangkan baris ke tiga penguatan internal OJK, yang di dalamnya mencakup penguatan SDM, penerapan teknologi dalam pengawasan, serta memperkuat regulasi.

Rancangan POJK ini sebagian besar memperbarui aturan pengelolaan aset investasi (AYD), antara lain menambah prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan profil liabilitas, menambah ketentuan tentang penempatan investasi pada satu pihak, pihak terkait, terafiliasi, pihak pengendali, kemudian batasan penempatan pada REPO.

Pada sisi liabilitas, menambah aturan terkait kerjasama AJK, ketentuan sanksi atas pelanggaran ketentuan AYD dan larangan pengalihan aset antarsubdana dalam PAYDI.

Selain itu juga terdapat perubahan dalam tahap-tahap pemberian sanksi pembekuan usaha atas pelanggaran yang dilakukan.

Membedah keefektifan RBC

RBC adalah suatu metode untuk mengukur Solvabilitas perusahaan asuransi dengan mengkombinasikan faktor risiko di dalamnya.

Tujuannya adalah: 1) memastikan kemampuan perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajibannya, termasuk dalam pembayaran klaim, dan 2) mengetahui modal yang dibutuhkan perusahaan berdasarkan tingkat risiko yang dihadapinya dalam mengelola kekayaan dan kewajibannya.

Angka RBC menggambarkan kecukupan modal (aset) minimum untuk menghadapi berbagai risiko pada aset yang diperkirakan dapat memengaruhi kemampuan pemenuhan kewajiban di masa depan.

Seperti telah jamak diketahui, rumus umum rasio solvabilitas adalah Total Aset dibagi dengan Total Kewajiban.

Sedangkan pada metode RBC angka Total Aset adalah Aset Yang Diperkenankan (AYD) bersih setelah memperhitungkan modal minimal untuk mengantisipasi berbagai risiko terkait bisnis asuransi.

Angka AYD merupakan angka valuasi admitted asset di mana kuantitas (komposisi, alokasi) maupun kualitas (rating) diatur dalam dalam POJK 71.

AYD ini kemudian digunakan untuk menghitung MMBR, dengan cara mengalikannya dengan angka faktor risiko yang juga telah ditetapkan oleh POJK 71 baik proxy, prosentase, maupun kualifikasinya.

Selanjutnya dapat diperoleh angka RBC dengan cara membagi selisih Tingkat Solvabilitas (AYD - Total Liabilitas) dengan Batas Tingkat Solvabilitas Minimum atau MMBR.

MMBR dihitung dengan menjumlahkan dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko (default) yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan Liabilitas. Risiko-risiko tersebut terdiri dari:

a. Risiko Kredit;
b. Risiko Likuiditas;
c. Risiko Pasar;
d. Risiko Asuransi; dan
e. Risiko Operasional.

RBC diklaim bermanfaat untuk mengantisipasi berbagai risiko, dapat menentukan adanya risiko pailit dan mencegah risiko gagal bayar klaim, mengetahui kebutuhan modal dalam memenuhi kewajibannya atas risiko yang mungkin saja terjadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Miliar untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Miliar untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Whats New
ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Kemenaker Siapkan Aturan Pekerja Berstatus Kemitraan, Ini Tanggapan InDrive

Kemenaker Siapkan Aturan Pekerja Berstatus Kemitraan, Ini Tanggapan InDrive

Whats New
Kaum Mumpung-mumpung, Maksimalkan Penawaran Terbaik Lazada untuk Belanja Aneka Kebutuhan Ramadhan

Kaum Mumpung-mumpung, Maksimalkan Penawaran Terbaik Lazada untuk Belanja Aneka Kebutuhan Ramadhan

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com