Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perajin Tahu dan Tempe Harus Jadi Anggota Koperasi agar Dapat Subsidi Kedelai

Kompas.com - 08/12/2022, 14:33 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi meminta para perajin tahu dan tempe jadi anggota koperasi agar bisa mendapatkan subsidi kedelai dari pemerintah.

Dengan jadi anggota koperasi, nantinya data para perajin tahu dan tempe bisa segera divalidasi sehingga bantuan subsidi kedelai bisa langsung disalurkan.

"Mereka yang mau subsidi justru harus masuk ke koperasi-koperasi, terus koperasinya ke kita. Nanti ada validasinya, kalau enggak masuk koperasi saya tahunya dia perajin tahu dan tempe dari mana kalau enggak dari teman-teman asosiasi," ujarnya saat meninjau kebutuhan pokok di ritel Hypermart Puri Indah Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Baca juga: Harga Kedelai Masih Mahal, Zulhas Minta Bulog Impor 350.000 Ton dari AS

Dia menjelaskan subsidi kedelai yang diberikan pemerintah merupakan subsidi pengganti selisih harga sebesar Rp 1.000 per kilogram melalui Perum Bulog.

"Misalnya nanti Bulog kan mau impor dari luar, nah harga beli Bulog Rp 11.000 per kilogram, tapi nanti Bulog jual ke semua pedagang atau perajin tahu dan tempe sebesar Rp 10.000. Kalau Bulog belinya Rp 12.000, akan dijual Rp 11.000. Subsidinya langsung, enggak pilih-pilih," jelas dia.

Adapun sebelumnya, para pengecer, distributor dan agen kedelai meminta pemerintah untuk bertindak adil dalam pemberian subsidi kedelai, yang selama ini dilakukan melalui Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo).

Baca juga: Stok Kedelai Langka, Harga Tahu Tempe Melejit


Teguh, salah satu penyalur kedelai wilayah Jakarta mengatakan, penyaluran yang dilakukan lewat Gapoktindo berpotensi membuat penyelewengan kuota subsidi kedelai yang dapat merugikan masyarakat sebagai pembeli.

"Kita berharap semua pedagang di level tengah seperti pengecer, penyalur dan agen juga dapat menyalurkan subsidi yang sama. Bukan hanya disalurkan ke Gakoptindo saja," ujar Teguh dalam siaran persnya, Selasa (22/11/2022).

"Indikasi-indikasi penyelewengan di lapangan itu luar biasa. Begitu subsidi keluar dari pemerintah yang menguasai hanya sekelompok tertentu saja. Yang punya banyak uang akan bisa beli kedelai subsidi dan harganya terserah (penjual) karena tidak ada aturannya di lapangan," sambung Teguh.

Baca juga: Pelemahan Rupiah Pengaruhi Kenaikan Harga Tahu dan Tempe

Hal ini juga diamini oleh Darmini salah satu pemilik agen kedelai di wilayah Citeureup, Jawa Barat. Menurut Darmini, distribusi kedelai subsidi oleh satu pihak sangat tidak adil dan memiliki potensi penyimpangan anggaran yang sangat besar.

"Kami berharap pihak berwenang bisa menyelidiki. Kami mohon ada audit subsidi yang sudah berjalan baik oleh BPK maupun BPKP," jelasnya.

Dia membeberkan, saat ini di tingkat pengecer kedelai non-subsidi, harga kedelai per kilogram mencapai Rp 14.000.

Sementara di sisi lain, selama ini pemerintah sudah memberikan subsidi Rp 1.000 per kilogram kedelai melalui Gakoptindo, agar dapat menjual kedela sebesari Rp 13.000 per kilogram.

"Namun, di lapangan harga kedelai subsidi dapat mencapai Rp 13.270 sampai 13.500 per kilogram," kata Darmini.

Baca juga: Soal Subsidi Kedelai, Pengecer dan Distributor Minta Pemerintah Adil

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com