Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Kembali Tren IPO Ketika Resesi 1998 dan 2008

Kompas.com - 12/12/2022, 15:40 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan perusahaan berencana melakukan penawaran umum perdana saham atau IPO pada tahun depan. Aksi korporasi itu disiapkan, meskipun kondisi perekonomian global masih tidak menentu, bahkan pada tahun 2023 terdapat ancaman resesi.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengakui, 2023 akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Ini terefleksikan dari proyeksi Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diperkirakan akan menurun dari 2022.

"Dengan risiko koreksi yang dapat lebih rendah dan resesi yang tinggi pada beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa," kata dia, dikutip Senin (12/12/2022).

Baca juga: Berkat IPO Blibli Rp 8 Triliun, Hartono Bersaudara Amankan Posisi Orang Terkaya Se-Indonesia

Jika melihat sejarah, fenomena resesi ekonomi memang berdampak terhadap tren IPO di pasar modal. Salah satu dampak yang paling terlihat ialah penyusutan jumlah perusahaan yang melantai di BEI.

Nyoman menyebutkan, pada 1997, penggalangan dana melalui penerbitan saham masih relatif baik. Tercatat terdapat 30 perusahaan IPO dengan total dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp 3,5 triliun.

Akan tetapi, pada tahun berikutnya atau 1998 tercatat hanya 6 perusahaan baru saja yang melantai di bursa efek. Nilai ini anjlok sekitar 80 persen dari tahun sebelumnya.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika itu minus 13,13 persen. Hal tersebut merupakan imbas dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia," ujar Nyoman.

Lebih lanjut Ia bilang, jumlah perusahaan yang IPO secara perlahan membaik pada tahun berikutnya, 1999. Tercatat pada tahun itu terdapat 9 perusahaan melantai, dan tahun-tahun berikutnya mengalami peningkatan seiring dengan pemulihan ekonomi.

Fenomena kontraksi signfikan jumlah perusahaan IPO kembali terjadi pada 2009. Tepat 1 tahun setelah terjadinya krisis ekonomi global pada 2008.

Baca juga: Bocoran OJK: 2 BUMN Segera IPO, Satu Terlaksana Tahun Ini, Satu Lagi Tahun Depan

Pada 2008 saat terjadinya krisis subprime mortgage, Nyoman mengakui, pasar modal mengalami tekanan yang berat, khususnya di Amerika Serikat dan berimbas pada negara-negara di dunia. Adapun jumlah perusahaan yang menerbitkan saham mencapai 18 perusahaan dengan total dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp 24 triliun.

"Tahun 2009 mulai terimbas menjadi 13 perusahaan atau turun 28 persen, namun pada tahun-tahun berikutnya mulai meningkat kembali," tuturnya.

Lantas, bagaimana dengan 2023?

Untuk tahun 2023 sendiri, Nyoman mengakui dapat menjadi tahun yang penuh tantangan. Akan tetapi, hal itu disebut tidak menjadi penghalang bagi para pelaku usaha untuk bertumbuh mengembangkan bisnis.

Hal itu melihat tren IPO pada 2020-2021, ketika perekonomian dunia diguncang oleh pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, tercatat perusahaan yang menerbitkan saham berjumlah 51 perusahaan dengan total perolehan dana sebesar Rp 5,6 triliun.

Berbeda dengan krisis sebelum-sebelumnya, jumlah perusahaan IPO justru bertambah pada tahun 2022. BEI mencatat, tahun 2021 jumlah perusahaan IPO meningkat menjadi 54 perusahaan atau naik 5,9 persen secara tahunan (year on year/yoy).

"Prinsip kehati-hatian dan kewaspadaan tetap dilakukan untuk mengantisipasi kondisi yang ada. Kita telah mengalami situasi yang sulit pada saat pandemic Covid-19 terjadi dan diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua," ucap Nyoman.

Baca juga: Banyak Perusahaan Belum Melantai di Bursa Efek, Kadin: Kurang Pengetahuan Pasar Modal dan IPO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com