Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok Elektrik Langsung 5 Tahun

Kompas.com - 12/12/2022, 18:03 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) lebih dari setahun atau multiyears. Padahal, biasanya kenaikan cukai rokok itu dilakukan setahun sekali.

Pemerintah telah menetapkan rata-rata kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024. Sementara rata-rata kenaikan tarif cukai rokok elektrik sebesar 15 persen dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sebesar 6 persen untuk berlaku lima tahun yakni 2023-2027.

"Multiyears ini memang aspirasinya untuk memberi kepastian, karena memang kalau setiap tahun seperti ini akan drama terus. Jadinya, ada keinginan untuk ada semacam multiyears, kepastian," ungkapnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (12/12/2022).

Baca juga: Cukai Rokok Naik Lagi, Anggota Komisi XI Misbakhun Minta Pemerintah Pikirkan Nasib Petani

Menurutnya, penerapan kenaikan tarif cukai secara multiyears itu dilakukan beriringan dengan penyusunan peta jalan (roadmap) transformasi industri hasil tembakau.

Lebih lanjut, secara khusus untuk rokok elektrik dan HPTL yang kenaikan cukainya berlaku lima tahun, Sri Mulyani menjelaskan ada sejumlah pertimbangan. Ia menyebut, konten lokal dari kedua jenis produk hasil tembakau itu sangat kecil, di sisi lain efeknya terhadap kesehatan sangat dominan.

"Jadi takut penetrasi ke bawah. Ini adalah masalah melindungi anak-anak karena penetrasi itu dengan flavour (varian rasa) yang macam-macam, ini akan masuk. Sementara dari sisi local content, dari sisi segala macam itu enggak ada sama sekali. Makanya jadi concern-nya kesehatan," papar Sri Mulyani.

Baca juga: Serikat Pekerja Rokok Sebut Ada Campur Tangan Asing dalam Kebijakan Tembakau


Oleh karena itu, dalam rapat kabinet, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan jajarannya dan memutuskan untuk menaikkan cukai rokok elektrik serat HPTL langsung untuk lima tahun ke depan.

"Waktu itu Bapak Presiden juga menyetujui ketika diusulkan, 'ya sudah lima tahun saja', begitu pak," ungkap bendahara negara itu.

Sebelumnya, dalam pengumuman kenaikan tarif cukai, Sri Mulyani menjelaskan, instrumen cukai digunakan untuk mengendalikan konsumsi dari hasil tembakau yaitu rokok. Terutama untuk menangani prevalensi dari anak-anak usia 10-18 tahun yang merokok, yang di dalam RPJMN ditargetkan harus turun ke 8,7 persen pada tahun 2024.

Selain itu, kenaikan cukai dilakukan dengan pertimbangan konsumsi rokok merupakan salah satu konsumsi terbesar dari rumah tangga miskin, yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan.

Baca juga: Tak Setuju Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen, Petani Tembakau Usul 5 Persen

"Ini (konsumsi rokok) adalah kedua tertinggi sesudah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur, ayam, tahu, serta tempe yang merupakan makanan makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat," ujarnya dalam konferensi pers usai ratas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/11/2022).

Di sisi lain, rokok telah menjadi salah satu yang meningkatkan risiko stunting dan kematian. Maka, dengan pengenaan cukai diharapkan dapat mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok.

Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat mengenai bahaya merokok.

"Pada tahun-tahun sebelumnya di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan semakin menurun, dan dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun," papar dia.

Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Anggaran IKN Tak Berubah meski UU IKN Direvisi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com