Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Tak Peduli Digugat Negara Lain karena Kebijakan Larangan Ekspor Bahan Mentah Minerba

Kompas.com - 21/12/2022, 13:10 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, selain nikel, bertambah lagi salah satu bahan mentah pertambangan mineral dan batubara (minerba) yang bakal dihentikan aktivitas ekspornya.

Dengan nanti diumumkannya larangan ekspor minerba tersebut, dirinya yakin negara lain pasti akan menggugat seperti yang dilakukan Uni Eropa (UE) yang mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).


"Hari ini akan kita tambah lagi, kalau kemarin setop nikel, hari ini nanti akan kita umumkan lagi satu komoditas yang kita miliki, setelah dari sini kita akan umumkan lagi, setop nih, sudah. Karena tidak bisa kita biarkan lagi eskpor bahan mentah itu. Tahun depan ada lagi entah satu entah dua stop lagi," katanya di Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022).

Baca juga: Jokowi: Banyak Aset Negara Menganggur, Dipikir Saya Enggak Tahu

"Meskipun kita digugat, enggak apa-apa. Nikel digugat, ini nanti yang kita umumkan lagi ini digugat lagi, enggak apa-apa. Suruh gugati terus," sambung Jokowi.

Adanya kebijakan larangan ekspor nikel, kata dia, mulai memberikan keuntungan bagi devisa negara. Sebelum adanya penghentian ekspor nikel, negara hanya meraup keuntungan sebesar 1,1 miliar dollar AS atau setara Rp 18 triliun. Namun semenjak larangan ekspor tersebut, keuntungan yang diraih diperkirakan mencapai lebih dari 30 miliar dollar AS atau Rp 460 triliun.

"Nikel sudah rampung sehingga nilai tambah melompat. Dulu ekspor bahan mentah nikel hanya menghasilkan 1,1 (miliar dollar AS). Tahun ini perkiraan saya sudah melebihi 30 miliar dollar AS. Karena jelas 1,1 miliar dollar AS kemudian melompat menjadi lebih dari 30 miliar dollar AS. Dari Rp 18 triliun melompat menjadi Rp 460 triliun. Kalau kita teruskan rugi besar kita," sebut Jokowi.

Baca juga: Kasus Covid-19 Mereda, Jokowi: Mungkin Akhir Tahun Akan Dinyatakan PPKM Berhenti

Jokowi yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta bilang, negara telah merugi berpuluh tahun akibat kerap mengekspor bahan mentah minerba.

"Betapa lompatan nilai tambah itu yang kita dirugikan berpuluh-puluh tahun. Pajak enggak kita dapat, kalau kita ikut memiliki deviden enggak juga dapat, royalti juga enggak dapat, pembukaan lapangan kerja kita juga enggak dapat, enggak dapat apa-apa. Inilah yang harus dihentikan," ucapnya.

Jokowi mencontohkan keuntungan serta manfaat yang dirasakan dari penghentian ekspor bijih nikel. Seperti yang dirasakan oleh masyarakat di Maluku Utara dan Sulawesi. Maluku Utara, lanjut dia, pertumbuhan ekonominya mencapai 27 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi di sana menurutnya tertinggi sedunia.

"Tugas kita adalah sekali lagi mencari nilai tambah yang sebesar-besarnya dan itu bisa terlihat. Sudah saya sampaikan berkali-kali di Maluku Utara, pertumbuhan ekonomi setelah ada hilirisasi 27 persen. Coba dicek provinsi mana di dunia yang ada pertumbuhan ekonomi 27 persen, tunjukkan kepada saya, enggak ada. Di Sulawesi secara umum, 8,24 persen growth-nya (pertumbuhannya). Kalau semua melakukan, semua provinsi melakukan hilirisasi, industrialisasi, inilah reformasi struktural yield yang ingin kita lakukan," tuturnya.

Baca juga: Soal Tantangan Ekonomi ke Depan, Jokowi: Saya Tidak Menakut-nakuti, Hanya Mengingatkan...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com