Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Andesna Nanda
Ahli Pemerhati Manajemen Strategis

Pemerhati Manajemen Strategi, Penulis Centang Biru Kompasiana

Mencari Jalan Terang Inklusi Keuangan Industri Asuransi

Kompas.com - 29/12/2022, 17:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG akhir 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang mencakup responden lebih dari 10.000 orang di 34 provinsi.

Hasilnya secara umum untuk indeks literasi keuangan mencerminkan perbaikan dari tahun sebelumnya, demikian pula hasil untuk indeks inklusi keuangan.

Walaupun dua hal ini harus berjalan seiringan, namun di era pasca-pandemi seperti saat ini mungkin akan lebih tepat jika diskursus diarahkan tentang bagaimana meningkatkan inklusi keuangan.

Inklusi keuangan penting karena menyangkut akses dan tentang bagaimana akses tersebut dijangkau oleh masyarakat. Namun yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana akses tersebut dipersepsikan oleh masyarakat.

Persepsi negatif dari akses tersebut akan berujung pada sentimen negatif masyarakat dan yang fatal akan menjadi pengalaman buruk yang sulit untuk dinetralkan.

Secara definisi, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016 telah menjelaskan mengenai pengertian inklusi keuangan adalah tentang bagaimana ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka memperkuat kesejahteraan dan mengurangi penyebab inflasi.

Definisi tersebut menggambarkan kata kunci yang seharusnya diperhatikan oleh pelaku industri jasa keuangan, yaitu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.

Lebih spesifik, hasil inklusi keuangan di industri asuransi selalu menunjukkan hasil yang lebih rendah dari tingkat literasinya sejak 2016.

Ini bisa berarti bahwa masyarakat Indonesia sudah mempunyai pengetahuan dan kecakapan tentang konsep asuransi, namun menjadi anomali jika dibandingkan dengan tingkat inklusinya.

Seharusnya dengan meningkatnya literasi keuangan di sub sektor asuransi, maka kesenjangan penggunaan dan kualitas dari penggunaan produk-produk asuransi juga semakin membaik.

Suatu korelasi yang harusnya berbanding lurus, dimana ketika terjadi peningkatan pemahaman dan kemampuan seseorang dalam menentukan produk dan/atau layanan jasa keuangan yang dibutuhkan akan meningkatkan penggunaan produk dan pemanfaatan layanan jasa keuangan oleh orang tersebut.

Oleh karena demikian, perlu dilakukan eksplorasi berbagai kemungkinan dan konfigurasi strategi produk, jasa, layanan, dan saluran distribusi inovatif dengan prinsip yang sejalan dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Penciptaan pengalaman konsumen

Problem kesenjangan antara literasi dan inklusi di industri asuransi dapat dianalisis dengan sudut pandang penciptaan pengalaman konsumen yang selama ini (mungkin) masih hanya menjadi jargon, tidak hanya di industri asuransi namun juga di banyak industri lain.

Dasar logikanya adalah Industri asuransi saat ini berada dalam situasi transformasi pasca-pandemi untuk menanggapi perubahan ekspektasi konsumen dan di saat bersamaan aturan dari regulator.

Tetapi, transformasi tersebut berjalan secara terjal di atas persaingan sengit antarperusahaan asuransi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com