JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak pada 2022 tumbuh 34,3 persen secara tahunan mencapai Rp 1.716,8 triliun.
Realisasi ini juga tumbuh lebih tinggi dibanding realisasi 2021 yang sebesar Rp 1.278,6 triliun dan realisasi 2020 sebesar Rp 1.072,1 triliun.
"Tahun lalu itu penerimaan pajak kita adalah Rp 1.278 triliun, itu pun sudah tumbuh 19,3 persen. Tahun ini tumbuh lebih tinggi lagi di 34,3 persen," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Soal Pajak Gaji Rp 5 Juta, Sri Mulyani Jelaskan Penghitungannya
Selain itu, penerimaan pajak 2022 sudah mencapai 115,6 persen dari target Perpres 98 Tahun 2022 Rp 1.485 triliun dan jauh lebih tinggi dari target APBN awal sebelum direvisi Rp 1.265 triliun.
Realisasi tersebut menunjukkan kinerja penerimaan pajak semakin pulih dari pandemi Covid-19.
"Ini adalah kinerja dua tahun berturut-turut di atas dari target. Bahkan waktu targetnya direvisi pun tetap bisa tembus di atasnya," ucapnya.
Sri Mulyani menjelaskan, terlampauinya penerimaan pajak didorong oleh pemulihan ekonomi yang merata di semua sektor dan daerah baik dari sisi permintaan maupun produksi serta kenaikan harga komoditas minyak dan gas (migas) bumi.
Baca juga: Tak Ada Kenaikan Tarif Pajak Karyawan, Begini Penghitungan PPh 21 Terbaru
Secara rinci, PPh non migas tumbuh 43 persen mencapai Rp 920,4 triliun ditopang oleh tumbuhnya aktivitas ekonomi dan bauran kebijakan. Sedangkan PPh migas tumbuh 47,3 persen atau 120,4 persen dari target, yaitu mencapai Rp 77,8 triliun dengan didorong oleh kenaikan harga komoditas migas.
Lebih lanjut, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya mencapai Rp 31 triliun atau tumbuh 3 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan harga komoditas.
Sementara PPN dan PPnBM tercatat Rp 687,6 triliun, tumbuh 24,6 persen karena adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang ekspansif dan perubahan tarif PPN.
Baca juga: Sri Mulyani: 2022 Tahun yang Sangat Brutal, Kapitalisasi Pasar Hilang 30 Triliun Dollar AS
Berdasarkan kontribusinya, PPN dalam negeri berkontribusi paling besar terhadap penerimaan pajak pada 2022, yakni 22,7 persen. PPN dalam negeri ini tumbuh 13,69 persen secara tahunan seiring dengan peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, penyesuaian tarif, dan perluasan basis pajak.
"Pajak PPN dalam negeri yang memberikan sumbangan 22,7 persen itu masih tumbuh di 13,69 dibandingkan tahun lalu yang juga tumbuh di 14 persen. Ini artinya 2 tahun berturut-turut PPN yang menyumbangkan paling besar terhadap penerimaan pajak kita tetap tumbuh robust double digit di 13,69 persen," jelasnya.
Selanjutnya diikuti dengan pembayaran pajak dari perusahaan korporasi atau PPh Badan yang sumbangannya 19,9 persen.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Pelaksanaan UU PPSK Jadi PR Penting pada 2023
"Ini menggambarkan bahwa korporasi perusahaan mulai bangkit dan bahkan menggunakan penerimaan pajak yang luar biasa. Tahun lalu sudah tumbuh 25,58 persen tumbuhnya menembus 71,72 persen suatu pemulihan kesehatan dari pelaku ekonomi yang luar biasa," ucapnya.
Kontribusi terbesar lainnya secara berurutan disumbang oleh PPN impor yang tumbuh 41,37 persen, PPh 21 tumbuh 16,34 persen, PPh Final tumbuh 50,63 persen, PPh 22 Impor tumbuh 83,33 persen, PPh 26 tumbuh 7,04 persen, dan PPh OP yang minus 6,29 persen.
Di antara seluruh jenis pajak itu, hanya PPh OP yang pertumbuhannya terkontraksi pada 2022 lantaran adanya pergeseran PPh OP ke PPh Final karena implementasi program ungkap sukarela (PPS).
Baca juga: Sri Mulyani: Lebih Susah Beli Sukuk Ritel daripada Tiket Blackpink
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.