Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Terburu-buru dan Timbulkan Polemik, Pekerja Desak Pemerintah Cabut Perppu Cipta Kerja

Kompas.com - 04/01/2023, 12:55 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar yang juga Koordinator BPJS Watch mendorong pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) agar tak menimbulkan polemik.

"Daripada menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah terkait Perppu No.2, sebaiknya pemerintah menarik Perppunya dan menindaklanjuti Putusan MK dengan mengajak masyarakat memperbaiki UU Cipta Kerja. Ini lebih elegan," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).

Padahal Perppu Cipta Kerja ini kata dia, diharapkan bisa memperbaiki kesalahan dalam beberapa pasal di UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 yang tidak nyambung dan sinkron dengan UU lainnya. Kenyataannya lanjut dia, justru tidak.

Baca juga: Apindo Soroti Ketentuan Outsourcing di Perppu Cipta Kerja

Desakan dicabutnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut kata Timboel, karena banyak pasal yang tidak tercantum.

"Alasan kegentingan yang memaksa tidak ada, hanya digunakan untuk menihilkan putusan MK dan sekaligus memperbaiki kesalahan substansial di UU Cipta Kerja," ucapnya.

"Inilah dampak serius ketika UU Cipta Kerja dibuat dengan terburu-buru, dan tidak melibatkan masyarakat. Dan ini pun membuktikan kualitas pemerintah dan DPR, sebagai pembuat UU Cipta Kerja, sangat rendah," sambung Timboel.

Baca juga: Buruh Kaget Isi Perppu Cipta Kerja 99 Persen Berbeda dengan Draf yang Diusulkan

Pemberitaan Kompas.com sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto mengungkapkan, terbitnya Perppu Cipta Kerja didasari oleh kebutuhan mendesak.

"Pertimbangannya adalah pertama kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi," katanya

Airlangga menuturkan, saat ini juga sudah ada lebih dari 30 negara berkembang yang sedang mengantre untuk mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Baca juga: KSPSI: Ketika Perppu Cipta Kerja Terbit, Kemenaker Justru Tidak Tahu Isinya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com