Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Dalam pekerjaan, kita tak lepas dari penggunaan teknologi dan relasi terhadap anggota tim. Keduanya berperan penting untuk mendukung kinerja kita agar bisa mencapai target yang diinginkan.
Dalam siniar Obsesif episode “Peran Personality Traits dan Value dalam Kembangkan Tim” dengan tautan akses dik.si/ObsesifYosephine, Yosephine Dhisaclara, Senior Product Marketing Manager Binar Academy, mengungkapkan peran teknologi hingga kiat-kiat menjaga kepercayaan dalam suatu tim.
Yosephine menjelaskan teknologi mampu memberikan dampak yang signifikan dalam menyelesaikan masalah di sekitar kita. Hal inilah yang dimanfaatkan perusahaan startup, yaitu berusaha mengatasi masalah yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.
“Dulu itu mungkin bukan masalah tapi ternyata kayak it’s actually something painful yang mungkin sebenarnya bisa di-improve. For example, let’s say sekarang ada startup nyewa baju,” jelasnya.
Masalah ini bermula saat ingin pergi ke suatu acara dengan dress code tertentu, tapi kita tak memilikinya. Biasanya, akan ada kecenderungan kita untuk membeli baju baru yang kans sekali pakainya lebih tinggi. Dari sinilah, startup tersebut hadir memberikan solusi berupa penyewaan baju.
Akar dari masalah tersebut bisa pula ditelusuri dengan bantuan teknologi, misalnya melalui survei atau riset. Hal ini dibutuhkan karena untuk membuat sesuatu yang baru, kita perlu memahami bagaimana perilaku konsumen dan apa yang mereka butuhkan. Kita bisa menyebarkan kuesioner hingga wawancara daring dengan konsumen.
Baca juga: Cara Membangun Kepercayaan Tim Saat Remote Working
Sayangnya, startup yang kurang bisa memenuhi kebutuhan pasar terancam tutup karena terdampak bubble burst. Hal ini sempat dialami beberapa startup pada masa-masa pandemi lalu. Banyak perusahaan yang tak memiliki konsumen loyal untuk membeli barang atau jasa mereka secara berkala dan konstan.
Itu sebabnya, menurut Yosephine, perusahaan harus mampu beradaptasi juga dengan perubahan-perubahan baru yang kerap terjadi. Ia menekankan, “How fast we can adapt and how skilable it is dan kalau kita gak bisa catch up with the market in timely manner akhirnya kita harus ada yang dikorbanin.”
Perusahaan yang bisnisnya tak stabil biasanya disebabkan tak paham bagaimana perilaku konsumennya. Padahal, ini menjadi salah satu hal krusial yang harus dilakukan oleh semua perusahaan jika ingin berkembang dan mendapat keuntungan.
Yosephine pun memberikan empat langkah yang bisa diterapkan. Pertama adalah sisihkan waktu khusus untuk survei dengan konsumen. Misalnya, Yosephine melakukan hal ini minimal satu bulan sekali agar mengetahui akar permasalahannya.
Dari situ, Yosephine dan tim pun bisa menganalisis hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan dikembangkan sekaligus menjadi langkah kedua. Kemudian, diskusikanlah solusi untuk memperbaiki masalah tersebut. Baru setelah itu eksekusi secara bertahap dan evaluasi kembali.
Selain memperhatikan konsumen, kita juga perlu memiliki tim yang baik agar pekerjaan bisa berjalan lancar. Mengutip New York Times, penelitian Google pada 2016 membuktikan salah satu faktor yang membuat tim menjadi sempurna adalah kemampuan mengelola emosi.
Kemampuan ini biasanya ditunjukkan dengan memiliki sikap yang baik ke anggota tim dan berpartisipasi aktif tiap ada kesempatan atau proyek baru. Tak hanya itu, Yosephine juga memberikan dua karakter utama yang harus dimiliki anggota timnya, yaitu keinginan untuk belajar yang tinggi dan keingintahuan yang besar.
Baca juga: Merenungi Kembali Ekosistem Digital di Indonesia
“Ketika kamu punya dua ini itu jadi ripple effect ke behavior lainnya. Akan nyambung ke behavior-behavior lainnya karena aku mementingkan karakter dan culture. Sesusah-susahnya kerjaan kalau timnya seru pasti bisa, gitu,” ujarnya.