Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kondisi Food Estate di Kalteng, Periset BRIN: Mengubah Lahan Rawa Jadi Produktif Tidak Mudah

Kompas.com - 02/02/2023, 15:25 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Peneliti dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Susilawati mengatakan, pelaksanaan program Food Estate di Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan sudah tepat.

"Lahan kita itu sangat luas dan potensial, pilihan Kalteng sebagai salah satu tempat untuk Food Estate sudah tepat," kata Susilawati, Rabu (1/2/2023).

Dia menjelaskan, diperlukan berbagai upaya penyesuaian untuk memenuhi ketahanan pangan, seperti seberapa besar jumlah kebutuhan pangan yang hendak dipenuhi.

Menurutnya, pertimbangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan dengan berhitung berapa kebutuhan yang sesuai dengan jumlah penduduk dan adakah lahan lain di Indonesia yang bisa memenuhi kebutuhan itu jika bukan ke lahan rawa.

“Maka dari itu, jika berhitung dari betapa besarnya kebutuhan yang mesti terpenuhi, lahan rawa yang luas di Kalteng memang menjadi layak untuk dijadikan tempat lumbung pangan nasional,” katanya dalam siaran pers, Kamis (2/2/2023).

Baca juga: Petani di Kalteng Berhasil Panen Perdana, Food Estate Disebut Mulai Hasilkan Manfaat

Akan tetapi, lanjut Susilawati, untuk menyiapkan lahan rawa menjadi lahan subur yang produktif bukan merupakan hal yang mudah. Hal ini karena diperlukan adanya persiapan yang baik dan panjang.

"Pertama, lahan rawa mungkin dalam konteks persiapan tidak semudah membalik telapak tangan. Untuk membuatnya produktif, ada persiapan-persiapan yang kita harus lakukan yang kemudian ini menjadi bagian dari investasi kita,” jelasnya.  

Dilansir dari indoagropedia.pertanian.go.id, lahan rawa pun berdasarkan penyebab genangannya dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak dan rawa lebak peralihan.

Susilawati menyebutkan, terdapat beberapa jenis rawa di Kalteng yang dikerjakan untuk program Food Estate dan didominasi jenis lahan rawa pasang surut.

“Lahan rawa pasang surut itu sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Ada tipe luapan A, tipe luapan B, tipe luapan C dan tipe luapan D,” katanya. 

Baca juga: Dinas TPHP Kalteng Sebut Food Estate Bantu Tumbuhkan Indeks Pertanian dan Ekonomi Petani

Dia menyebutkan, untuk menyimpulkan mudah atau tidaknya sebuah lahan rawa untuk pertanian, harus dilihat terlebih dahulu situasi luapan tadi.

"Petani lokal di kawasan Food Estaterata-rata sudah terbiasa mengelola lahan tersebut, terutama lahan tipe A dan tipe B yang dipengaruhi pasang surutnya air, terutama tipe B yang paling banyak dimanfaatkan untuk usaha tani padi," ujarnya.

Susilawati menambahkan, untuk tipe A atau B, saat ini petani sudah mampu untuk menghasilkan dua kali panen dalam setahun dengan dibantu sistem pengelolaan tata air. 

Dia menegaskan, manajemen air di dalam pertanian lahan rawa sangat penting. Oleh karenanya, petani tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah.

"Sedangkan tipe C atau D baru banyak dimanfaatkan petani untuk tegalan, untuk berkebun. Jadi, di sini banyak kami temukan kebun karet, kebun buah-buahan," jelasnya.

Baca juga: Food Estate Humbahas Dinilai Belum Optimal, Kementan: Bukan Lahan Tidak Subur, Tapi Butuh Perlakuan Khusus

Halaman:


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com