Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/02/2023, 20:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menargetkan pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 696,4 triliun. Kebutuhan penarikan utang itu diperlukan untuk menutupi defisit APBN di 2023.

"Untuk kebutuhan pembiayaan utang itu sebesar Rp 696,4 triliun," ujar Dirjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suminto dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Selasa (7/2/2023).

Ia menjelaskan, pembiayaan utang itu akan dipenuhi melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar 90-95 persen, sedangkan sisanya 5-10 persen dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri maupun luar negeri.

Baca juga: Sri Mulyani Jawab Kritik Utang Pemerintah Bengkak Rp 7.734 Triliun

Secara rinci, untuk komposisi pembiayaan utang dari SBN, sekitar 69-75 persen akan dipenuhi melalui SBN domestik non ritel, 10-15 persen melalui SBN domestik ritel, dan 13- 16 persen melalui SBN valuta asing (valas) atau mata uang asing.

Suminto menuturkan, pemerintah memiliki strategi penerbitan SBN guna memitigas risiko. Di antaranya, Kemenkeu akan mengoptimalisasi penerbitan SBN domestik, sedangkan SBN valas sebagai pelengkap.

Selain itu menerbitkan SBN dengan dominan tenor menengah-panjang guna menjaga dan mengelola risiko keuangan negara. Lalu melakukan diversifikasi instrumen dan perluasan basis investor dalam negeri.

"Untuk penerbitan melalui lelang kami akan terus melaksanakan lelang secara transparan, kemudian non lelang kami akan terus mengoptimalisasikan penerbitan SBN ritel baik konvensional maupun syariah," ucap Suminto.

Baca juga: Posisi Utang Pemerintah Capai Rp 7.733 Triliun, Kemenkeu: Masih pada Level Aman

Sementara itu, untuk komposisi pembiayaan utang yang berasal dari pinjaman, terdiri dari 4-6 persen dipenuhi melalui pinjaman program, lalu pinjaman proyek luar negeri sebesar Rp 32,6 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 3,5 triliun.

Ia mengatakan, dalam strategi pengelolaan pinjaman, Kemenkeu akan memanfaatkan pinjaman murah untuk menciptakan efektivitas pengelolaan utang. Lalu optimalisasi pinjaman tunai (program) sebagai buffer pembiayaan dalam kerangaka fleksibilitas.

Kemudian mempercepat pelaksanaan penarikan pinjaman proyek untuk meningkatkan efektivitas, pengadaan pinjaman baru terutama tenor menengah-panjang, serta pengembangan pemilihan modalitas pinjaman.

"Pinjaman proyek atau pinjaman kegiatan akan terus diproritaskan untuk proyek-proyek prioritas dan alih teknologi. Sementara untuk pinjaman dalam negeri, terutama adalah untuk belanja alutsista dan almatsus yang diproduksi oleh industri strategis dalam negeri," pungkasnya.

Baca juga: Sri Mulyani Yakin Pemerintah Mampu Bayar Utang yang Capai Rp 7.734 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com