Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Masa Depan Rupiah Digital

Kompas.com - 10/02/2023, 16:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KINI nampak terasa masa depan bank sentral berada di persimpangan jalan. Arus inovasi digital seolah-olah tidak hanya mendisrupsi sistem perbankan, tetapi juga merambah lebih luas lagi ke disrupsi mata uang resmi dan bank sentral itu sendiri.

Ini terutama melalui kemunculan private digital currency yang biasa dikenal dengan crypto-assets dan stablecoin.

Inovasi teknologi dan perubahan perilaku masyarakat menjadi katalisator yang mendorong transformasi tersebut. Keterlekatan teknologi baru tidak bisa dihindarkan.

Terutama Web 3.0 dan Distributed Ledger Technology (DLT) mendorong pengembangan besar-besaran aset kripto dan stablecoin, bersama dengan berbagai peluang dan risiko yang melekat.

Di satu sisi, fenomena ini berpotensi meningkatkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan, termasuk pembayaran lintas batas dan sekaligus membangun landasan yang terdesentralisasi bagi perilaku keuangan dan menawarkan akses cepat ke berbagai produk keuangan.

Namun, di sisi lain, aset kripto dan stablecoin juga menimbulkan risiko terkait potensi pencucian uang dan pendanaan teroris serta transaksi ilegal.

Adopsi aset kripto dan stablecoin yang masif bisa juga berdampak pada efektivitas kebijakan bank sentral. Ini bisa nampak pada potensi risiko stabilitas keuangan, mata uang bayangan dan bank sentral bayangan, serta berimplikasi pada sistem moneter global.

Merespons potensi ini, komunitas bank sentral internasional mencoba untuk mengkalibrasi pendekatan kebijakan mereka dengan mulai mengeksplorasi subjek penerbitan mata uang digital bank sentral (CBDC) sebagai solusi masa depan yang potensial.

Sinyalemen ini terpantulkan pada perhelatan kepresidenan Indonesia pada G20 tahun 2022 lalu.

Bank sentral dalam G20 bersama dengan organisasi internasional, telah menanggapi histeria tersebut dengan merumuskan peraturan dan meningkatkan pengawasan aset kripto maupun stablecoin berdasarkan prinsip “same activity, same risk, same regulation.”

Namun, persiapan dan proses penerbitan CBDC bukanlah perkara sepele. Poin-poin penting dan prasyarat tertentu perlu dipikirkan dengan seksama.

Di mana bank sentral harus merumuskan dan menavigasi desain CBDC terukur yang menyeimbangkan manfaat dan mengelola risiko.

Bank sentral harus memperhatikan tiga isu penting. Pertama, desain CBDC yang mengutamakan kepentingan publik dan tugas bank sentral.

Pilihannya ada dua, yakni CBDC retail yang dapat berdampak langsung kepada publik atau CBDC wholesale yang ditujukan hanya untuk transaksi antarbank dan lembaga keuangan lainnya, tetapi bisa menjadi bangunan dasar dari CBDC retail.

Kedua, peran CBDC dalam mendukung inklusi keuangan melalui fitur offline di daerah terdepan, terpencil dan terluar (3T), berbiaya rendah, dan granularitas data.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com