JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berkomitmen untuk membangun ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sebagai bentuk kebijakan transisi energi dunia.
Implementasi dari komitmen untuk mendukung ekosistem EV semakin nyata ketika Presiden Jokowi secara terbuka meminta Tesla untuk membangun fasilitas produksinya di Indonesia, mengingat cadangan nikel yang merupakan komponen utama EV, jumlahnya melimpah di Indonesia.
Rizal Kasli, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) mengatakan, di awal 2023 perdebatan tentang memperpanjang umur tambang nikel mengemuka karena agresivitas para penambang nikel dalam menambang komoditas nikel dinilai mempercepat habisnya cadangan nikel dan kerusakan lingkungan.
Baca juga: Vale Bangun Proyek Smelter Nikel dengan Kapasitas Produksi 73.000 Ton per Tahun di Morowali
Wood Mackenzie dalam laporannya menyatakan permintaan nikel setengah jadi (refined nickel) akan tumbuh dari sekitar 3 juta metrik ton pada tahun 2022 menjadi sekitar 5,8 juta metrik pada tahun 2040 yang didorong oleh permintaan baterai kendaraan listrik.
Indonesia yang memiliki 23,7 persen dari keseluruhan cadangan nikel dunia, berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat peningkatan kapasitas peningkatan produksi nikel sebanyak rata-rata 2 persen dari tahun 2018 hingga 2021.
"Ini berarti setiap tahun ada kenaikan 2 juta ton produksi nikel tambahan," kata Rizal dalam siaran pers, Senin (14/2/2023).
Baca juga: Proyek Smelter Nikel Morowali Senilai Rp 37,5 Triliun Ditargetkan Rampung 2025
Pemerintah juga menargetkan dalam lima tahun ke depan produksi nikel bisa terus meningkat seiring dengan melimpahnya cadangan nikel Indonesia sebagai upaya mendukung ekosistem EV.
Pada aspek pengolahan, saat ini diperkirakan terdapat 45 smelter nikel di Indonesia. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat hingga tahun 2025, Indonesia akan memiliki 136 smelter nikel.
Peningkatan jumlah produksi nikel yang dibarengi dengan kapasitas smelter yang meningkat pesat telah memantik perdebatan bahwa Pemerintah Indonesia sudah seharusnya memikirkan tentang bagaimana membuat komoditas nikel tetap terjaga cadangannya dalam jangka panjang, menstabilkan harga di pasaran, dan menjaga lingkungan.
“Sudah seharusnya pemerintah melakukan kajian tentang kebijakan pertambangan nikel, termasuk menghitung neraca sumber daya dan cadangan untuk keberlangsungan komoditas nikel dalam jangka panjang, kerugian secara aset dan lingkungan sebagai akibat dari agresivitas pertambangan nikel,” ungkap Rizal.
Baca juga: Ada Kericuhan di Perusahaan Smelter Nikel PT GNI, Menaker Langsung Turunkan Tim Investigasi