Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Dampak Keputusan Penahanan Suku Bunga BI terhadap Rupiah

Kompas.com - 18/02/2023, 11:30 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI-7Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2023. Ini juga dilakukan terhadap suku bunga deposit facility dan lending facility.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral tidak perlu lagi mengerek suku bunga acuan.

Pasalnya, bank sentral menilai tingkat suku bunga acuan saat ini sudah memadai untuk memerangi inflasi.

Lantas, bagaimana dampak penahanan suku bunga acuan terhadap pegerakan nilai tukar rupiah?

Baca juga: Gubernur BI: Suku Bunga Acuan Sudah Memadai, Tidak Perlu Kenaikan Lagi...

Pada perdagangan Kamis (16/2/2023), setelah BI mengumumkan hasil RDG Februari 2023, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat.

Tercatat pada hari itu rupiah ditutup menguat 0,31 persen dari hari sebelumnya ke posisi Rp 15.159 per dollar AS.

Namun, pada perdagangan Jumat (17/2/2023) nilai tukar rupiah kembali begerak cenderung melemah. Pada akhirnya, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,34 persen ke Rp 15.210 per dollar AS.

Baca juga: BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5,75 Persen

 

The Fed masih berpotensi kerek suku bunga acuan

Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, pelemahan rupiah yang terjadi kemarin utamanya disebabkan oleh sentimen eksternal, yakni sikap bank sentral AS, The Federal Reserve, yang masih hawkish.

Sebagaimana diketahui, The Fed masih berpotensi mengerek kembali tingkat suku bunga acuannya.

Sikap hawkish The Fed tidak terlepas dari grafik inflasi yang belum jelas menunjukan penurunan dan masih jauh dari target 2 persen.

Selain itu, data tenaga kerja AS menunjukkan situasi ketenagakerjaan di AS yang bagus, sehingga bisa menaikkan konsumsi dan memicu inflasi.

"Faktor eksternal dari the Fed ini sangat mempengaruhi pergerakan rupiah terhadap dollar AS karena memengaruhi risk appetite dari para investor," kata Ariston kepada Kompas.com, Jumat (17/2/2023).

Baca juga: Disentil Jokowi Soal NIM Perbankan Tinggi, OJK: Presiden Khawatir Suku Bunga yang Dipatok Terlalu Tinggi

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com