Oleh: Rangga Septio Wardana dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Dalam perjalanan hidup, setiap orang mungkin pernah mengambil peran kepemimpinan dalam beberapa kapasitas. Baik saat memimpin rapat, proyek, tim, ataupun memimpin diri sendiri.
Pasalnya, hal tersebut merupakan kesempatan untuk memenuhi peran kepemimpinan dan dipandang sebagai teladan. Seorang pemimpin diharapkan menjadi otentik, yakni pemimpin yang konsisten antara apa yang dikatakan dan apa yang dikerjakan.
Kepemimpinan otentik lebih banyak dijelaskan melalui proses (transformasi) dalam pembentukan atau pengembangannya. Hal ini pun dibahas dalam siniar Obsesif bertajuk “Menjadi Pemimpin yang Jujur dan Otentik” dengan tautan akses dik.si/ObsesifS8EP8.
Profesor Harvard, Bill George dalam bukunya yang berjudul Authentic Leadership (2004) mendefinisikan kepemimpinan otentik sebagai pemimpin yang punya hati nurani. Selain itu, pemimpin otentik cenderung memiliki emotional quotient (EQ) tinggi.
Dengan EQ, manusia bisa terus bertumbuh dan berkembang.
Baca juga: Altruisme, Sebuah Tindakan Peningkat Kebahagiaan
Margarita Mayo, seorang profesor ahli kepemimpinan dalam bukunya, Yours Truly (2018), mengatakan bahwa pemimpin otentik adalah orang-orang positif dengan konsep diri yang jujur dan mempromosikan keterbukaan.
Dengan kata lain, seseorang dengan kepemimpinan ini harus mampu jujur pada dirinya sendiri dan anggotanya terkait nilai apa yang hendak dibawa agar dapat bekerja sama secara efektif dan maksimal.
Kepemimpinan ini dinilai dibutuhkan pada era sekarang karena perubahan lingkungan yang sangat cepat.
Seorang pemimpin otentik memiliki nilai, prinsip, dan moral yang dimiliki sebagai dirinya sendiri, bukan imitasi atau meniru orang lain. Menurut Kevin Kruse, ada beberapa karakteristik kepemimpinan otentik.
Pemimpin yang otentik adalah individu yang mengaktualisasikan dirinya dengan memiliki self-awareness atau kesadaran diri. Dengan demikian, mereka bisa mengetahui kekuatan dan kelemahan pada dirinya sendiri.
Bahkan, pemimpin otentik juga akan terus konsisten dengan nilai-nilai yang dianut, mereka menjadi diri sendiri dihadapan lingkungannya. Selain itu, mereka pun tak takut untuk terlihat lemah dan mengakui kesalahan dan kegagalan yang pernah dilakukan.
Kepemimpinan otentik mampu menempatkan misi untuk mencapai tujuan organisasi, mereka akan cenderung mengesampingkan kepentingan pribadi demi keberhasilan bersama.
Pemimpin otentik melakukan pekerjaannya untuk mencapai hasil, bukan untuk kekuasaan apalagi ego dan nafsu pribadi.
Selain pemikiran, pemimpin juga perlu menggunakan hati. Pemimpin otentik tak malu menunjukkan emosi-emosi yang mereka miliki dan mengakui kerentanan mereka terhadap situasi.
Baca juga: Tomi Wibisono dan Kisahnya dengan Buku